Showing posts with label jurnal penelitian. Show all posts
Showing posts with label jurnal penelitian. Show all posts

Wednesday, June 13, 2012

Laporan PTK : Metode SAVI untuk Bahasa Indonesia SD

Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Dengan Pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual Dan Intelektual) Pada Siswa Kelas VI SD Negeri Kutawaru 04 Kecamatan Silacap Tengah Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2009-2010


Oleh:
Suswandi

Magister Pendidikan Bahasa
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani, Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura, Surakarta


Sumber Jurnal:

Jurnal Penelitian Humaniora adalah jurnal ilmiah artikel hasil penelitian ilmu-ilmu humaniora seperti teologi, filsafat, ilmu hukum, filologi, ilmu bahasa, kesusasteraan, ilmu kesenian, dan lain-lain. Periode penerbitannya adalah 2 kali dalam setahun dan terbit pertama pada Februari 2000.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Humaniora Volume 11 Th. 2010
http://lppm.ums.ac.id/index.php/jurnal-ilmiah/123-jurnal-penelitian-humaniora

Abstrak:

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dan keaktivan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek membaca pemahaman siswa kelas VI SD Negeri Kutawaru 04 Kecamatan Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap melalui penerapan pendekatan SAVI. PTK menggunakan model Elliots yang menyatakan bahwa penelitian tindakan sebagai serangkaian langkah yang membentuk spiral. PTK dilaksana-kan dalam 3 siklus, dan masing-masing siklus terdiri dari 2 kali pertemuan. Setiap si-klus memiliki empat tahap, yaitu perencanaan (planing),tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting) Subjek penelitian tindakan ini adalah siswa kelas VI sejumlah 35 siswa, laki-laki 15 siswa perempuan 20 siswa dan guru kelas kelas VI SD Negeri Kutawaru 04 kecmatan Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap. Teknik pengumpulan data meliputi pengamatan, wawancara, kajian dokumen, angket, dan tes. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif komparatif dan analisis kritis. Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data antara lain adalah triangulasi dan review informan kunci Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif komparatif dan analisis kritis. Simpulan penelitian ini yaitu pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman di kelas VI SD Kutawaru 04 Kecamatan Cilacap Tengah, dapat berjalan dengan efektif dengan diterapkannya pendekatan SAVI Keaktifan siswa dari siklus I, II dan III berangsur-angsur meningkat dari 67,62%, 88,57% dan 93,65%. Di samping itu, terjadi peningkatan nilai rata-rata kemampuan membaca pemahaman dari siklus I hingga Created by User siklus III. Siklus I jumlah siswa yang tuntas mencapai 23 siswa (66,67%), sebelumnya uji coba awal hanya 17 siswa (47,62%). sedangkan nilai rata-rata yang dicapai pada siklus I sebesar 65,71. Sebelumnya, nilai rata-rata uji coba awal 60,24. Pada siklus II ada peningkatan (4,76%) sehingga jumlah siswa yang tuntas sebanyak 24 siswa (71,43%). Dan nilai rata-rata mencapai 72,38. Dilihat dari rerata sudah mencapai batas KKM, namun dari segi ketuntasan klasikal belum tercapai sehingga dilanjutkan tindakan siklus III. Hasilnya cukup memuaskan karena jumlah siswa tuntas sudah mencapai 90,48%, dan reratanya mencapai 80,24.
.
Kata Kunci: membaca pemahaman, pendekatan SAVI dan PTK

Sebagian Isi JurnalPenelitian:

...............
Pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh anak berdiri dan bergerak. Akan tetapi, menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra dapat berpengaruh besar terhadap pembelajaran. Pendekatan seperti ini dinamakan dengan pendekatan SAVI. Unsur-unsurnya mudah diingat, yaitu :
a. Somatis : Belajar dengan bergerak dan berbuat,
b. Auditori : Belajar dengan berbicara dan mendengar,
c. Visual : Belajar dengan mengamati dan menggambarkan, dan
d. Intelektual : Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung .
Belajar bisa optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam suatu peristiwa pembelajaran. Pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan mereka memecahkan masalah (Intelektual) jika mereka secara simultan menggerakkan sesuatu (Somatis) untuk menghasilkan pictogram atau pajangan tiga dimensi (Visual) sambil membicarakan apa yang sedang mereka kerjakan (Auditori). Menggabungkan keempat modalitas belajar dalam satu peristiwa pembelajaran adalah inti dari Pembelajaran Multi Indrawi.

Pertama, membaca secara Somatis. Ini berarti bahwa saat membaca, kita perlu melibatkan fisik kita. Membaca akan efektif apabila posisi tubuh kita dalam keadaan yang relaks, tidak tegang. Apabila selama membaca mengalami rasa jenuh, dicoba menghentikan proses pembacaan sejenak, lalu menggerakkan seluruh tubuh kita. Dengan menggerakkan seluruh tubuh kita, pikiran dan perasaan kita akan merasa segar kembali.

Kedua, membaca secara Auditori. Kadang-kadang kita menemui beberapa kalimat yang kita baca yang sulit sekali kita cerna. Atau, pada saat membaca, tiba-tiba ditemukan baris-baris kalimat yang menarik namun kita sulit berkonsentrasi untuk memahaminya. Apabila terjadi demikian, dicoba kalimat-kalimat tersebut dibaca secara keras sehingga telinga-lahir kita mendengarnya secara jelas. Dengan begitu, kita akan dapat lebih cepat dan akurat memahami kalimat tersebut.

Ketiga, membaca secara Visual. Menurut Eric Jensenn (dalam Meier, 2005), seorang pakar pendidikan yang tekun meneliti hubungan learning dan brain, di benak kita akan merasa “fun” apabila pada saat pertama kali menyerap informasi, benak itu diberi informasi dalam bentuk gambar (ikon atau simbol atau ornamen) dan informasi itu memiliki kekayaan warna. Buku yang mampu membuat para pembacanya merasa senang sebaiknya memang diberi sentuhan visual atau dalam bahasa yang lain dengan menggunakan bahasa rupa.

Keempat, membaca secara Intelektual. Kata intelektual yang digunakan di sini perlu diberi catatan khusus. Arti intelektual yang digunakan di sini tidak melulu berhubungan dengan kegiatan berpikir yang kering, tetapi menggabungkan atau merumuskan yang kaya akan nuansa. Ini hanya dapat dicapai apabila difungsikan potensi intelek kita untuk menuju sebuah perenungan yang intens. Ada kemungkinan perenungan yang intens ini akan mengarah kepada pemberian makna berkaitan dengan aktivitas membaca kita.................DST.

BACA SELENGKAPNYA DI SINI.

Wednesday, June 6, 2012

Penelitian Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Realistik

pembelajaran matematika realistik
Model Pembelajaran Matematika Realistik

Pengembangan Materi Dan Model Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Media Dan Berkonteks Lokal Surakarta Dalam Menunjang KTSP

 Oleh:
Slamet Hw dan Nining Setyaningsih
Jurusan Pendidikan Matematika,
FKIP - Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jalan A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta

Sumber Jurnal:

Jurnal Penelitian Humaniora Vol. 11, No. 2, Agustus 2010
http://lppm.ums.ac.id/index.php/jurnal-ilmiah/123-jurnal-penelitian-humaniora

Abstrak

Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk menguji derajat keterpakaian model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) Berbasis Media dan Berkonteks Lokal.Ujicoba dilaksanakan di tiga Sekolah Dasar di tiga Kabupaten/Kota yaitu Surakarta, Sukoharjo dan Boyolali. Melalui seting Penelitian Tindakan Kelas (PTK) diperoleh simpulan bahwa: (1) model yang dirancang dapat diimplementasikan dengan baik di semua tingkatan mulai Kelas 1 sampai Kelas 6, (2) media Pembelajaran yang dirancang untuk menunjang proses pembelajaran mudah diperoleh di semua lokasi ujicoba, (3) media pembelajaran yang dirancang untuk menunjang proses pembelajaran mudah digunakan, baik oleh guru maupun siswa, (4) penerapan model pembelajaran matematika realistik berbasis media dan berkonteks lokal dapat meningkatkan: minat, keaktifan, kreativitas, kemandirian, dan penguasaan konsep siswa, dan (5) ternyata pelaksanaan PMR memerlukan waktu yang lebih lama karena guru-guru belum biasa dengan model yang baru. Dari temuan tersebut dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran matematika realistik berbasis media dan berkonteks lokal (Surakarta) memiliki derajat keterpakaian yang tinggi, cukup efektif, namun kurang efisien karena memerlukan waktu yang cukup.

Kata Kunci: pembelajaran matematika realistik, berbasis media, dan berkonteks lokal.

Pendahuluan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengindikasikan bahwa seorang peserta didik dapat menjadikan dirinya sebagai sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi secara global. Untuk ini dibutuhkan kemampuan dan keterampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, serta mampu bekerja sama secara efektif dan efisien. Di dalam pendidikan matematika pola pikir tersebut dikembangkan secara berkesinambungan karena matematika merupakan ilmu yang memiliki struktur dan hubungan yang kuat antara satu konsep dengan konsep lainnya. Kaidah dan aturan yang berlaku dalam matematika tersusun dalam bahasa yang tegas dan tuntas sehingga pengguna dapat mengkomunikasikan gagasannya secara lebih praktis, sistematis, dan efisien. Dengan demikian, peserta didik yang belajar matematika akan berkembang bukan hanya pengetahuan matematikanya, melainkan juga kemampuan berkomunikasi, bernalar, dan memecahkan masalah.

Pada dasarnya belajar matematika haruslah dimulai dari mengerjakan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (Matematika Realistik). Melalui mengerjakan masalah matematika yang dikenal dan berlangsung dalam kehidupan nyata, peserta didik membangun konsep dan pemahaman dengan naluri, insting, daya nalar, dan konsep yang sudah diketahui. Mereka membentuk sendiri struktur pengetahuan matematika mereka melalui bantuan guru dengan mendiskusikan kemungkinan alternatif jawaban yang ada. Dalam hal ini jawaban yang paling efisienlah yang diharapkan, tanpa mengabaikan alternatif lainnya.

Pembentukan pemahaman matematika melalui pemecahan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari akan memberikan siswa beberapa keuntungan. Pertama, siswa dapat lebih memahami hubungan yang erat antara matematika dan situasi, kondisi, dan kejadian di lingkungan sekitarnya. Banyak sarana di sekeliling mereka yang mengandung unsur matematika di dalamnya. Kedua, siswa terampil menyelesaikan masalah secara mandiri dengan menggunakan kemampuan yang ada. Dalam hal ini pengembangan “Learning for living” dan “Life skill” mendapat porsi yang sebenarnya. Ketiga, siswa membangun pemahaman pengetahuan matematika mereka secara mandiri sehingga menumbuhkembangkan rasa percaya diri yang proporsional dalam bermatematika. Siswa tidak takut terhadap pelajaran matematika.

Ditinjau dari kerangka pengembangan pembaharuan sistem pendidikan, penerapan model pembelajaran berdasarkan potensi lingkungan sekitar adalah sesuai dengan ide desentralisasi pendidikan. Bahwa desentralisasi merupakan upaya perbaikan efektivitas dan efisiensi pendidikan yang diharapkan dapat menumbuh-kembangkan kemampuan daerah untuk meningkatkan potensinya secara mandiri. Oleh karena itu, pengembangan model pembelajaran matematika yang berbasis media dan berkonteks lokal (dari lingkungan nyata yang dikenal siswa) sangat diperlukan guna memperkaya pengetahuan matematika siswa dan mendekatkan siswa pada lingkungannya. Pengembangan model pembelajaran ini melibatkan guru dan para ahli pendidikan matematika sehingga diharapkan dapat menghasilkan alur dan strategi pembelajaran yang efektif dan sesuai dengan kondisi lokal.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyarankan dalam penggunaan strategi pembelajaran hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Untuk meningkatkan keefektivan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, konstruktivisme dipandang sebagai alternatif pendekatan yang sesuai. Diasumsikan bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa /gejala di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli pendidikan bahwa inti kegiatan pendidikan adalah memulai pelajaran dari “apa yang diketahui siswa”. Jadi, siswa membangun sendiri pengetahuan dan pemahamannya, dimulai dari gagasan non-ilmiah menjadi pengetahuan ilmiah.

Guru berperan sebagai “fasilitator dan penyedia kondisi” supaya proses belajar dapatberlangsung. Diskusi kelas yang interaktif, demonstrasi dan peragaan prosedur ilmiah, dan pengujian hasil penelitian sederhana merupakan kondisi belajar yang kondusif. Kondisi kelas seperti ini akan memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya, menjawab, berdiskusi, dan mengemukakan pendapat, gagasan, dan ide secara sistematis. Kondisi inilah yang dapat menjadikan sekolah sebagai pusat kehidupan demokrasi yang menghargai kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keragaman dan perbedaan siswa dan lingkungannya.

Dalam pembelajaran matematika model yang sesuai dengan filosofi konstruktivisme dan kontekstual adalah Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Model ini dikembangkan di Belanda, bertumpu pada filosofi Freudenthal (1973) yang menyatakan bahwa matematika adalah aktivitas manusia, dan semua unsur matematika dalam kehidupan sehari-hari harus diberdayagunakan untuk membelajarkan matematika di kelas.

Selain mematematikakan masalah dari kehidupan sehari-hari, siswa diberi kesempatan untuk  mematematikakan konsep, notasi, model, prosedur, operasi dan pemecahan masalah matematika lainnya. Sebagai aktivitas manusia, materi matematika harus ditemukan sendiri oleh siswa. Mereka belajar membentuk model (formal atau tidak formal) berdasarkan soal yang disajikan. Pada akhirnya mereka juga akan membentuk sendiri struktur dan pemahaman dan pengetahuan formal matematika mereka. Kesempatan yang diberikan untuk mengerjakan soal matematika dari kehidupan sehari-hari dengan pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri akan menolong siswa membentuk pemahaman baru akan konsep dan operasi matematika. Menurut Gravemeijer (1994) terdapat tiga prinsip utama dalam PMR, yaitu (a) “penemuan terbimbing” dan “bermatematika secara maju” (guided reinvention and progressive mathematization), (b) fenomena pembelajaran (didactical phenomenology), dan (c) model pengembangan mandiri (emerged model). Prinsip pertama “Penemuan terbimbing” berarti siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai soal kontekstual. Soal kontekstual ini mengarahkan siswa membentuk konsep, menyusun model, menerapkan konsep yang telah diketahui, dan menyelesaikannya berdasarkan kaidah matematika yang berlaku (Goffree, 1993). Berdasarkan soal, siswa membangun model dari situasi soal (dalam bentuk formal atau tidak formal), kemudian menyusun model matematika untuk menyelesaikannya hingga siswa mendapatkan pengetahuan formal matematika.................

Download selengkapnya makalah ini sebagaimana aslinya di sini.

Laporan Penelitian tentang Model Pembelajaran Berkehidupan Bersama

Model Pembelajaran Berkehidupan Bersama Lintas Etnik Dan Agama (Interethnic And Interreligous Model For Learning To Live Together)

Oleh:
M. Thoyibi ( Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Yayah Khisbiyah( Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Abdullah Aly (Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Zakiyuddin Baidhowy (Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Sumber Jurnal:

Jurnal Penelitian Humaniora Universitas Muhammadiyah Surakarta
Humaniora Volume 9 No. 1, Februari 2008
http://lppm.ums.ac.id/index.php/jurnal-ilmiah/123-jurnal-penelitian-humaniora

Sebagian isi makalah:

Pendahuluan

Berbagai kerusuhan dan ketegangan sosial yang terjadi di tanah air dalam dasawarsa sejak akhir 1980-an sampai pada tingkat tertentu menunjukkan bahwa realitas bangsa Indonesia yang multi-etnik dan multi-agama ini belum dapat dikelola dengan baik. Kerusuhan-kerusuhan tersebut mengisyaratkan bahwa pendekatan dan strategi yang telah diterapkan, terutama selama pemerintahan Orde Baru, tak lagi tepat untuk digunakan dalam konteks masa kini. Oleh karena itu, seluruh komponen bangsa Indonesia, baik pemerintah, perguruan tinggi, maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya perlu berusaha menemukan cara-cara yang lebih tepat dalam mengelola keaneka-ragaman masyarakat ini.

Di samping faktor politik, ekonomi, dan paham keagamaan, perbedaan latar belakang etnik merupakan faktor yang sering mewarnai berbagai kerusuhan selama ini, sebagaimana tercermin pada kerusuhan di Pontianak (etnik Dayak melawan etnik Madura), Jakarta (etnik Jawa/Sunda melawan etnik Cina), dan Surakarta (etnik Jawa melawan etnik Cina dan Arab). Dalam beberapa kasus kerusuhan, faktorfaktor tersebut teranyam satu sama lain sedemikian rupa, sehingga faktor yang satu sulit dipisahkan dari faktor lainnya. Meskipun faktor perbedaan etnik sering dinafikan dalam berbagai pernyataan resmi, kenyataan menunjukkan bahwa terdapat suatu kelompok etnik tertentu yang menjadi sasaran dan sekaligus korban dominan di dalam kerusuhan-kerusuhan tersebut. Dalam kasus kerusuhan Mei 1988 di Jakarta dan Surakarta, misalnya, pemicu-nya adalah faktor politik tetapi kemudian berkembang menjadi sentimen etnik. Sementara itu, kerusuhan di Surakarta pada tahun 1980, pemicunya adalah kecelakaan lalu-lintas antara dua pemuda, tetapi kemudian berkembang menjadi kerusuhan anti-Cina. Kenyataan ini menyiratkan bahwa perbedaan latar belakang etnik potensial untuk memicu kerusuhan, mengubah inti persoalan kerusuhan, atau meningkatkan eskalasi kerusuhan.

Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki keanekaragaman etnik dan agama serta memiliki sejarah kerusuhan yang berulang-ulang, sejak sebelum kemerdekaan hingga akhir abad ke-20 dengan faktor pemicu yang berbeda-beda. Hasil penelitian Mulyadi dkk. (1999) tentang radikalisasi sosial masyarakat Surakarta menunjukkan adanya pola keberulangan peristiwa kerusuhan dan menyebutkan angka frekuensi kejadian sedemikian tinggi dalam sejarah kota Surakarta Kenyataan di atas menunjukkan betapa relasi antaretnik di Surakarta merupakan konflik laten yang potensial meletus sewaktu-waktu dalam bentuk kerusuhan. Konflik laten ini potensial untuk berubah menjadi konflik manifes karena adanya bentuk-bentuk bias dalam relasi antaretnik, baik dalam bentuk stereotip (pendapat atau pandangan yang menggeneralisasikan ciri-ciri seseorang atau sekelompok orang berdasarkan keanggotaannya dalam kelompok tertentu), prasangka (perasaan atau sikap negatif pada orang/kelompok yang dicitrakan dalam ...............................

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dalam rangka need assessment untuk mengetahui kondisi sekolah dan interaksik sosial siswa dalam pergaulan sehari-hari di sekolah. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data meliputi wawancara dan angket.

Wawancara dilakukan kepada para informan, yang terdiri dari tujuh siswa SMA di wilayah penelitian. Informan yang diwawancarai dipilih secara purposif. Di antara pertimbangan utama yang digunakan dalam menentukan informan adalah bahwa informan merupakan siswa SMA yang masih aktif dan mewakili variasi ketiga etnik di wilayah penelitian (Jawa, Tionghoa, dan Arab).

Adapun angket diberikan kepada kepala sekolah dan guru BK/BP dari lima sekolah yang berbeda. Sampai pada tingkat tertentu kelima sekolah yang dipilih mewakili variasi sekolah yang ada di wilayah penelitian, yaitu sekolah negeri, sekolah swasta Islam, sekolah swasta Katholik, dan sekolah swasta Kristen. Angket untuk kepala sekolah menekankan pada hal-hal yang terkait dengan kebijakan, baik dalam kaitannya dengan penerimaan siswa, pendidikan agama, muatan kurikulum lokal, maupun kegiatan ekstrakurikuler. Adapun angket untuk guru BK/BP menekankan pada hal-hal yang terkait dengan pergaulan siswa beserta permasalahan yang timbul dalam interaksi sosial siswa dan cara-cara yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan.

Data yang terkumpul melalui wawancara dan angket dianalisis secara deskriptif dan selanjutnya hasil analisis dijadikan bahan pertimbangan untuk mendesain model konseptual pembelajaran untuk berkehidupan bersama. Secara rinci langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi berbagai masalah yang timbul dalam interaksi sosial siswa sehari-hari di sekolah. Identifikasi persoalan ini didasarkan atas data yang terkumpul melalui wawancara dengan siswa dan hasil pengamatan guru BK/BP terhadap interaksi sosial siswa di sekolah, yang dituangkan secara tertulis dalam angket.
2. Mendesain model konseptual pembelajaran berkehidupan bersama yang dituangkan dalam bentuk modul pembelajaran. Modul ini mencakup materi, tujuan, strategi dan sarana/prasarana yang diperlukan dalam pembelajaran berkehidupan bersama. Materi pembelajaran pembelajaran berkehidupan bersama dirumuskan berdasarkan hasil identifikasi terhadap persoalan yang..................

Download selengkapnya makalah ini sebagaimana aslinya di sini.

Saturday, May 12, 2012

Laporan Penelitian Deskriptif Kualitatif : Bahasa Indonesia SMP

Konteks Acuan Dan Partisipan Disfemisme Pada Ujaran Siswa SMP Negeri 3 Ungaran

Oleh:
Susilo Utami, Markhamah, dan Atiqa Sabardila

Magister Pendidikan Bahasa
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani, Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura, Surakarta

Sumber Jurnal:

Jurnal Penelitian: Humaniora Volume 11 Tahun 2010 halaman 1 - 17, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Abstrak

Penelitian ini berkenaan dengan konteks, acuan, dan partisipan disfemisme. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan konteks munculnya disfemisme, acuan disfemisme, dan partisipan disfemisme. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah siswa SMP Negeri 3 Ungaran Semarang. Data penelitian berupa korpus atau cuplikan ujaran yang mengandung disfemisme yang diujarkan para siswa. Data digali dari sumber data primer dan sekunder. Validasi data dilakukan dengan metode triangulasi data. Data dikumpulkan melalui observasi/pengamatan, rekam/catat data, dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) konteks munculnya disfemisme antara lain karena marah, mengejek, meminta, berkomentar dan menggerutu, membalas, bercanda, bertanya, kebiasaan, terkejut, geli, menggoda, mengingatkan, menjawab panggilan, merespon pertanyaan, tidak percaya, iseng, kesakitan, melihat orang lain cemberut, memberi, menanggapi kritikan, mengulangi permintaan, menuduh, menyalahkan, menyatakan kekecewaan, terpojok, tersinggung, tidak mau menerima peringatan, dan tidak sependapat; (2) disfemisme yang digunakan mengacu pada binatang, profesi, sifat, anggota tubuh, sapaan, bau, dan rasa; dan (3) partisipan disfemisme dari dua macam yaitu partisipan akrab positif dan partisipan akrab negatif.

Kata Kunci: konteks, disfemisme, partisipan, dan acuan.

Sebagian isi makalah:

........... Disfemisme dalam salah satu literatur yang dikeluarkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia adalah salah satu jenis gaya bahasa atau majas. Kata disfemisme berasal dari kata eufimisme yang memperoleh imbuhan dis yang berarti ’tidak’. Eufimisme berasal dari bahasa Yunani euphimismos. Eu berarti ’baik’, pheme berarti ’perkataan’, dan ismos berarti ’tindakan’. Secara keseluruhan eufimisme adalah menggantikan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2008: 66).

Dengan memperhatikan asal-usul kata eufimisme tersebut, disfemisme dapat diartikan sebagai antonim (lawan makna) dari eufimisme. Pada halaman yang sama dikatakan bahwa disfemisme adalah pengungkapan penyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2008: 66). Definisi yang sama dapat dilihat pada karya Binar Agni (2008: 110).

Pengertian disfemisme selain diperoleh dari dua sumber tersebut dapat dilihat dari tiga jurnal ilmiah berikut. Mangiang (2003: 4) dalam makalahnya mendefinisikan bahwa disfemisme adalah pengerasan makna kata atau membuat makna kata menjadi kasar. Adapun menurut Imawan (2007: 3) disfemisme bukan hanya berupa kata, tetapi telah meluas berupa frasa, klausa, atau kalimat. Ia mencontohkan penjarah intelektual, preman politik, dan politisi karbitan. Lebih luas dari dua pengertian tersebut Prudjung (2008: 1) menyatakan bahwa disfemisme adalah pemakaian pengasaran bahasa. Menurut penulis, pengertian ini mencakup pengertian yang lebih luas dari pada dua pengertian sebelumnya yaitu mencakup wacana atau teks.

Dari pengertian tentang disfemisme pada bagian terdahulu dikatakan bahwa disfemisme adalah mengungkapkan pernyataan tabu atau dirasa kurang pantas. Oleh karena itu, untuk menentukan sebuah kata tabu atau tidak tabu akan dibahas tentang tabu tersebut. Tabu atau taboo secara etimologis berasal dari bahasa Polynesia yang diperkenalkan oleh Captain James Cook. Kata tabu, secara umum, mempunyai pengertian sesuatu yang dilarang (Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi, 2006: 110). Sumarsono dan Paina Partana mengatakan bahwa pengertian tabu tidak hanya menyangkut ketakutan terhadap roh-roh gaib, tetapi berkaitan dengan sopan-santun dan tatakrama pergaulan sosial. Orang yang tidak ingin dianggap tidak sopan akan menghindari kata-kata tabu (2002: 107).

Kata-kata tabu ini muncul karena berbagai sebab yang melatarbelakanginya. Wijana dan Muhammad Rohmadi (2006: 111) menjelaskan adanya tiga hal penyebab sebuah kata dikatakan tabu. Ketiga hal tersebut adalah adanya sesuatu yang menakutkan (taboo of fear), sesuatu yang tidak mengenakkan perasaan (taboo of delicacy), dan sesuatu yang tidak santun dan tidak pantas (taboo of propriety).

Setiap bahasa mempunyai cara tersendiri untuk menyatakan suatu kata termasuk kategori tabu atau tidak tabu. Ketabuan tersebut dipengaruhi budaya daerah setempat. Contoh-contoh berdasarkan tiga kategori tersebut sebagai berikut. Contoh kata yang digunakan untuk menyatakan sesuatu yang menakutkan misalnya dalam bahasa Jawa macan (harimau) dan pocong (salah satu jenis hantu). Orang Jawa menganggap pantang atau tabu mengucapkan kata macan dan pocong pada malam hari. Sebagai pengganti kedua kata itu digunakan kata kyai untuk ........................baca selengkapnya makalah ini sebagaimana sumber aslinya di sini.

Friday, May 11, 2012

Laporan Penelitian Kualitatif Deskriptif Bahasa Indonesia di SMA Kelas X

Pembelajaran Sastra Di Kelas X Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional SMA Negeri 8 Yogyakarta

Oleh:
Rahmah Purwahida, Suminto A. Sayuti, dan Esti Swastika Sari

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani, Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura, Surakarta

SumberJurnal:

Jurnal Penelitian Humaniora
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Humaniora Volume 11 Th. 2010
http://lppm.ums.ac.id/index.php/jurnal-ilmiah/123-jurnal-penelitian-humaniora

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran sastra di kelas X RSBI Tahun Ajaran 2007/2008 SMA Negeri 8 Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan subjek penelitian, yaitu seorang guru pengampu sastra dan para siswa di kelas X-RSBI Tahun Ajaran 2007/2008 SMA Negeri 8 Yogyakarta yang berjumlah 19 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran sastra telah berjalan optimal, dengan indikator siswa telah menguasai kemampuan bersastra, yaitu mengapresiasi sastra dan mengekspresikan dalam bentuk penulisan puisi dan cerpen. Keberhasilan pembelajaran sastra ditandai dengan meningkatnya minat membaca siswa kelas X-RSBI, gemarnya siswa browsing artikel-artikel sastra maupun bahan bacaan non-sastra dari website, dan siswa pun membukukan puisi karyanya dalam bentuk antologi puisi. Keberhasilan pembelajaran sastra juga disebabkan guru kelas X-RSBI memiliki keunikan, yaitu mendukung siswa dalam menyalurkan kreativitas dan ekspresi siswa dalam kegiatan-kegiatan sastra baik di dalam maupun di luar jam pembelajaran sekolah misalnya, pentas teater, lomba-lomba membaca puisi, dan penulisan cerpen.

Kata Kunci: pembelajaran sastra, dan rintisan sekolah bertaraf internasional.

Pendahuluan

Peranan sastra sebagai penyeimbang unsur hakiki manusia menjadikan pembelajaran sastra penting diberikan dalam proses pendidikan sebab bacaan sastra memberi masukan suatu nilai kecakapan hidup pada siswa (Lubis dan Ecky Supriyanto, 1999: 75). Melalui pembelajaran sastra, siswa diharapkan dapat memetik pengalaman hidup yang dipaparkan pengarang dalam wacana sastra karena pada dasarnya sastra merupakan hasil perenungan terhadap nilai-nilai kehidupan.

Ismail (2006: 3) mengungkapkan pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA) sampai saat ini belum berjalan secara optimal dan perlu ditingkatkan kualitasnya. Indikator utama yang memperkuat sinyalemen itu adalah masih rendahnya apresiasi dan minat baca rata-rata siswa dan lulusan SMA terhadap karya sastra (Republika, 22/4/2008). Keberhasilan pembelajaran apresiasi sastra di setiap jenjang pendidikan sampai saat ini masih bersifat teoretis dan verbalitas (Ginanjar, 2007: 1). Masih banyak guru sastra menjejali para siswanya dengan teori-teori sastra. Akibatnya adalah pembelajaran sastra menjadi suatu kegiatan belajar-mengajar yang membosankan.

Keberadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang memiliki kelas-kelas khusus menuju taraf internasional memberi warna baru sekaligus harapan baru dalam perbaikan pembelajaran sastra sebab RSBI memiliki tujuan institusional menyiapkan peserta didik berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia yang tarafnya internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Tujuan pendidikan institusional ini diwujudkan dalam kurikulum yang akan menentukan tujuan instruksional di SBI (Depdiknas, 2008: 15).

Selama ini pembelajaran sastra yang banyak diteliti yaitu pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA) yang belum menyelenggarakan rintisan SBI, padahal proses pembelajaran di SMA rintisan SBI sebagai terobosan baru dalam meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia perlu diteliti guna mendorong perkembangan pembelajaran sastra di sekolah-sekolah yang sedang merintis menjadi SBI. Minimnya perhatian terhadap proses pembelajaran sastra di SMA yang RSBI dalam bentuk penelitian, sedangkan di sisi lain terdapat kebutuhan dan keingintahuan para guru sastra dan praktisi pendidikan untuk mengetahui gambaran proses pembelajaran sastra yang baik terutama di SMA yang RSBI menjadikan penelitian mengenai hal ini mendesak untuk dilakukan. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008, SMA Negeri 8 Yogyakarta termasuk Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Penyelenggaraan kelas Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di sekolah ini dimulai pada Tahun Ajaran 2007/2008 dengan adanya satu kelas X.

........................baca selengkapnya makalah ini sebagaimana sumber aslinya di sini.

Laporan Penelitian Eksperimen Pretest-Postest Design Bidang Konseling SMP

Efektifitas Konseling Rasional Emotif Dengan Teknik Relaksasi untuk Membantu Siswa Mengatasi Kecemasan Menghadapi Ujian


Oleh:
Esty Rokhyani
(Konselor pada SMPN 5 Nganjuk)

Sumber Jurnal:

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Universitas Negeri Surabaya
Volume 10 no 2 Desember 2009

Abstrak

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak siswa SMPN 5 Nganjuk yang mengalami kecemasan menghadapi ujian atau tes. Kecemasan dapat menggangu kinerja akademis dan penampilan siswa dalam menghadapi ujian. Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan pelaksanaan konseling rasional emotif dengan teknik relaksasi dalam membantu siswa mengatasi kecemasan menghadapi ujian atau tes.  Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen dengan model Pretest-Posttest Control Group Design. Subyek penelitian, siswa kelas VII dan VIII SMPN 5 Nganjuk yang mengalami kecemasan menghadapi ujian atau tes kategori tinggi. Subyek secara random dibagi 2 kelompok yaitu satu kelompok eksperimen (n=12) dan satu kelompok kontrol (n=12). Untuk mengukur kategori kecemasan menghadapi ujian atau tes digunakan inventori kecemasan menghadapi ujian atau tes. Eksperimen dilakukan oleh peneliti sendiri selama 10 kali pertemuan, tiap pertemuan 60 – 90 menit. Perlakuan yang diberikan mengikuti aturan yang diadaptasi dari konseling rasional emotif Ellis (1977) dan Cormier (1985).  Hasil penelitian menunjukkan bahwa konseling rasional emotif dengan teknik relaksasi efektif membantu siswa mengatasi kecemasan menghadapi ujian atau tes dari kategori tinggi menjadi kategori sedang bawah. Serta terbukti pula menurunkan skor kecemasan menghadapi ujian atau tes pada subyek kelompok eksperimen secara signifikan.

Kata kunci : Konseling Rasional Emotif, Teknik Relaksasi, Kecemasan, Ujian/Tes


Kecemasan atau anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan merupakan suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan perasaan tegang secara subjektif, keprihatinan, dan kekhawatiran disertai dengan getaran susunan syaraf otonom dengan derajat yang berbeda-beda (Atkinson dkk, 2008: 349).

Sedangkan May seperti dikutip oleh Jess and Gregory J. Feist, ( 2008:304 ) menggambarkan kecemasan sebagai kondisi subyektif individu yang semakin menyadari bahwa adanya ancaman bagi eksistensi dirinya . Lebih lanjut ia menjelaskan dengan mengutip perkatan dari Kierkegaard yaitu : kecemasan seperti rasa pening, bisa menyenangkan atau menyakitkan, konstruktif atau destruktif kecemasan dapat memberikan individu energi dan semangat namun juga bisa melumpuhkan (Jess and Gregory J. Feist, 2008:304-305).

Kecemasan tidak hanya dialami oleh orang dewasa saja tetapi juga dapat dialami oleh anak ataupun remaja yang masih duduk di bangku sekolah. Bagi siswa kecemasan merupakan gangguan emosi yang dapat menghambat proses belajar di sekolah, menurut Bernstein dalam kutipan Dewi. I ( 2008:2), siswa yang mengalami kecemasan berisiko mengalami underachievement di sekolah yakni ditunjukan dengan tidak adanya motivasi berprestasi dan merasa tidak berharga. Selanjutnya menurut Sieber e.al.) kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat, pembentukan konsep dan pemecahan masalah (Sudrajat.A,2008 : 2-3)

....................Baca selengkapnya makalah laporan penelitian ini di sini.

Monday, May 7, 2012

Penelitian Eksperimental : Kecerdasan Emosi dan Character Building

Character Building : Pengaruh Pendidikan Nilai Terhadap Kecerdasan Emosi Anak


Oleh:
Eny Purwandari dan Purwati

Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jalan A. Yani Tromol Pos I Surakarta 57102

Sumber Jurnal:

Jurnal Penelitian Humaniora, Volume 9 No. 1Februari 2008, hal 13 - 31, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
http://lppm.ums.ac.id

Sebagian isi jurnal:


Fenomena di sekitar kita dapat disaksikan, banyak anak yang menjadi subjek maupun objek kekerasan, masalah-masalah sosial dan berkurangnya sikap saling menghargai antarmanusia dan terhadap lingkungan sekitar. Pendidik dan orang tua ingin mengubah kondisi yang memprihatinkan ini dengan pendidikan nilai. Kemorosotan akhlak dan moral perlu segera mendapat penanganan yang serius, baik oleh orang tua, guru, maupun lembaga pendidikan yang ikut bertanggung jawab memberi pendidikan dengan proses dan model pembelajaran yang ditawarkan. Salah satu alternatif yang dapat ditawarkan adalah pendidikan nilai dengan metode character building.

Anak yang mendapat kesempatan untuk berkembang dalam lingkungan yang kaya variasi akan menjadi anak yang tanggap dan selalu siap dengan alternatif lain yang diamati dri lingkungannya, sehingga membantu anak untuk mengoptimalkan perkembangan fisik dan mentalnya, serta memenuhi kebutuhan kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Anak yang dibesarkan pada suasana dan sikap yang monoton sulit diharapkan untuk mampu tanggap dan siap dengan pilihan-pilihan dan cara-cara lain untuk memecahkan masalah. Dengan demikian, kecerdasan emosi anak perlu mendapat perhatian serius untuk membentuk generasi yang berkualitas. Kecerdasan emosi dapat diasah, diolah, dan dibentuk dengan pendidikan nilai. Pendidikan nilai yang akan dikemas dalam bentuk character building dapat meningkatkan kecerdasan emosi anak. Pendidikan nilai disajikan pada anak dengan suasana yang tidak monoton, sesuai dengan tahap perkembangan dan karakteristik anak.

Kecerdasan emosi merupakan suatu konsep baru yang sampai saat ini belum ada definisi yang baku yang menerangkan. Telaah mengenai arti kecerdasan emosional biasanya terkait dengan kemampuan seseorang dalam menggunakan aspek pikiran dan emosi untuk memecahkan berbagai masalah dalam kehidupannya (Secapramana, 1999).

Salovey dan Mayer (dalam Skapiro, 1988) sebagai pencetus istilah kecerdasan emosional mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional merupakan himpunan bagian dari keterampilan sosial yang melibatkan kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan dan emosi, baik pada diri sendiri maupun orang lain, memilahmilah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Salovey dan Mayer (1990) menerangkan bahwa kualitas-kualitas emosional yang penting bagi keberhasilan, di antaranya adalah empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan memecahkan masalah pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat (Shapiro, 1999).

Goleman (2000) mengartikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain. Kecerdasan emosional dalam pengertian Goleman (dalam Rostiana, 1997) tampaknya lebih ditujukan pada upaya mengenali, memahami, dan mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat. Hal lain yang juga penting dalam kecerdasan emosional ini adalah upaya untuk mengelola emosi agar terkendali dan dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah kehidupan terutama yang terkait dengan hubungan antarmanusia.

Reuven Baron (dalam Goleman, 2000) berpendapat bahwa kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan sosial yang mempengaruhi seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Berbagai penelitian dalam bidang psikologi telah membuktikan bahwa orang-orang dengan kecerdasan emosional tinggi adalah orang-orang yang dapat menguasai gejolak emosi, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, mampu mengelola stress dan memiliki kesehatan mental yang baik (Pertiwi, dkk., 1997). Menurut Shapiro (1999) kecerdasan emosional sangat berhubungan dengan berbagai hal yaitu perilaku moral, cara berpikir yang realistis, pemecahan masalah, interaksi sosial, emosi diri, dan keberhasilan, baik secara akademik maupunpekerjaan. Di pihak lain, Secapramana (1999) mengemukakan kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali, mengolah dan mengontrol emosi agar.................
Terima kasih telah berkunjung di blog penelitian tindakan kelas ini.
Selengkapnya makalah ini dapat dilihat sini sebagaimana aslinya

Saturday, May 5, 2012

laporan PTK: Matematika Realistik pada Anak Tunagrahita

Peningkatan Kualitas Pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan Melalui Pembelajaran Matematika Realistik Pesrta Didik Tunagrahita Ringan SLB Pembina Malang

Oleh:
Dwi Retno Palupi
Guru Matematika MTs Al Ma’arif 01Singosari Malang

Sumber Jurnal:

Jurnal Pendidikan Matematika, Universitas Muhammadiyah Malang, Februari, halaman 1 - 11.

Sebagian isi jurnal:

Pembelajaran matematika realistik efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran peserta didik tunagrahita ringan meliputi peningkatan pemahaman konsep, peningkatan kemampuan penjumlahan dan pengurangan, dan peningkatan aktivitas peserta didik. Pembelajaran matematika realistik mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan terjadi interaksi positif antar guru dengan peserta didik maupun peserta didik dengan peserta didik. Temuan ini sejalan dengan pandangan Vygotsky dalam Berk (2003) bahwa pembelajaran anak tunagrahita harus mempertimbangkan situasi sosial dimana mereka berada dan pembelajarannya secara termediasi (mediated learning). Selanjutnya, kualitas lingkungan belajar dan kualitas interaksi antara guru dengan peserta didik maupun peserta didik dengan peserta didik sangat membantu peserta didik dalam mengaktualisasikan perkembangan potensial peserta didik yang disebut Zone of proximal development. Hal ini juga sesuai saran model pembelajaran peserta didik tunagrahita Astati (2005) bahwa model interaksi perlu yakni menekankan terjadinya pembelajaran sebagai suatu interaksi anak dengan orang lain.

Satu lagi hal yang penting untuk melakukan penelitian mengenai pembelajaran matematika realistik adalah mengupayakan dalam satu kali pembelajaran bisa merangsang meningkatnya semua aspek hambatan fisik, sosial, emosi, dan intelektual peserta didik tunagrahita. Hal ini sejalan dengan pendapat Astati (2005) hendaknya model pembelajaran peserta didik tunagrahita sentuhannya mengembangkan seluruh aspek individu seperti aspek fisik, intelektual, sosial, dan emosi dalam sekali pertemuan.

Strategi yang digunakan

Proses pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan yaitu tahap awal, tahap inti, tahap akhir.
1. Tahap awal lebih ditekankan pada memotivasi peserta didik bahwa materi yang akan dipelajari lekat dengan pengalaman mereka. Dalam hal ini, sebelumnya peneliti membawa peserta didik berbelanja di koperasi sekolah dan Alfamart. Dengan bekerja sama dengan kasir maka peserta didik diberi pertanyaan-pertanyaan seputar penjumlahan dan pengurangan uang. Selain itu pada tahap awal guru harus mengecek secara detail kemampuan prasyarat setiap individu untuk mengetahui kemampuan dan hambatan tiap peserta didik, dan untuk mengetahui pengetahuan awal dilakukan tes diagnostik awal.
2. Tahap inti dimana terjadi proses mengkonstruksi pengalaman baru (bahan ajar) dan merekonstruksi pengalaman pada kognitif peserta didik. Pada tahap ini menurut Piaget (Suparno, 2001) terjadi apa yang disebut proses akomodasi yang menandakan bahwa telah terjadi perkembangan kognitif......................Baca selengkapnya makalah ini sebagaimana aslinya di sini.
Terima kasih telah berkunjung ke blog pendidikan tentang ptk dan model pembelajaran ini. Salam.
Sumber online: http://ejournal.umm.ac.id

Friday, May 4, 2012

Evaluasi Pendidikan Jasmani Dalam Pendekatan Portofolio

Evaluasi Pendidikan Jasmani Dalam Pendekatan Portofolio

Oleh: 
Andun Sudijandoko

Sumber Jurnal: 

Jurnal Pelangi Ilmu, Universitas Negeri Surabaya Volume 2 Nomor 2 Juli - Desember 2008, halaman 1 - 11.

Abstrak:

Evaluasi adalah istilah yang bukan merupakan hal yang asing bagi setiap guru pendidikan jasmani di sekolah. Bagi seorang guru tentu mengetahui dan sangat menyadari bahwa evaluasi harus selalu dilakukan, agar dapat selalu mengetahui kemajuan belajar siswa. Pelaksanaan evaluasi ini akan dapat dilaksanakan lebih baik, apabila guru sangat memahami akan makna dan fungsi dari sebuah evaluasi tersebut. Sebagai guru mata pelajaran pendidikan jasmani, mendapatkan manfaat yang sangat banyak disaat para guru tersebut melaksanakan evaluasi secara baik, manfaat tersebut antara lain: (1) Evaluasi memungkinkan guru lebih terampil dan cermat dalam menafsirkan kemajuan hasil belajar siswa. (2) Evaluasi akan memberi umpan balik bagi keberhasilan suatu program. (3) Evaluasi akan meningkatkan pengakuan pihak luar terhadap manfaat Pendidikan Jasmani. (4) Evaluasi dapat dijadikan ukuran keberhasilan guru dalam mengajar (PBM). Evaluasi dalam pendekatan portofolio, adalah kumpulan hasil kerja siswa untuk suatu tujuan tertentu, yang menggambarkan upaya, kemajuan, dan prestasi siswa dalam bidang tertentu. Proses pengumpulan harus melibatkan partisipasi siswa, terutama dalam menentukan materi, petunjuk pemilihan, kriteria penilaian dan bukti-bukti refleksi diri siswa. Instrumen yang digunakan berupa lembar kerja, laporan siswa, karya siswa dan lain-lain. Aspek yang dinilai sebaiknya mencerminkan aspek pengetahuan, aspek kebugaran siswa, prestasi kecabangan (Bukan teknik dasar dan prestasi olahraga). Aspek-aspek ini dijabarkan dalam indikator penilaian.

Kata Kunci: Evaluasi pendidikan jasmani dalam pendekatan portofolio

1. Kedudukan dan Prinsip Dasar Evaluasi

a. Kedudukan Evaluasi Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM)
Peningkatan mutu proses belajar mengajar (PBM) merupakan problematik yang sangat penting dalam pendidikan jasmani di sekolah. Istilah belajar, lebih sering menitikberatkan atau menekankan pada aktivitas siswa, sedangkan istilah mengajar, lebih menekankan pada aktivitas guru. Namun titik sentral proses belajar mengajar adalah siswa belajar......................Baca selengkapnya makalah ini sebagaimana aslinya di sini.
Terima kasih telah berkunjung ke blog ptk (penelitian tindakan kelas) ini.

Thursday, May 3, 2012

Penelitian Pre Ekperimental tentang Pemanfaatan Media Kartu Hitung pada Mata Pelajaran Matematika di SD

Pengaruh Pemanfaatan Media Permainan Kartu Hitung Terhadap Hasil Belajar Siswa Materi Ajar Operasi Hitung Campuran Mata Pelajaran Matematika Kelas Iii Sdn Babat Jerawat I Surabaya


Zuhrotul Komariyah dan, Soeparno
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Surabaya
Kampus Lidah Wetan

Sumber Jurnal: 

Jurnal Teknologi Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya Volume 10 No. 1 April 2010, halaman 63 - 73.

Abstrak:

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap abstrak dan imajinatif, sehingga dalam proses pembelajarannya guru dituntut untuk kreatif dalam memanfaatkan media pembelajaran. Pada studi pendahuluan ditemukan permasalahan bahwa guru dalam mengajar hanya menggunakan buku teks, sehingga siswa mengalami kejenuhan dalam belajar matematika. Kondisi yang demikian berdampak pada hasil belajar siswa yang menurun, sehingga peneliti mencoba mengatasi permasalahan tersebut dengan memanfaatkan media permainan kartu hitung .Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pemanfaatan media permainan kartu hitung dan untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan antara pemanfaatan media permainan kartu hitung dengan peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas III SDN Babat Jerawat I Surabaya.Hasil dari analisis observasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa proses pemanfaatan media permainan kartu hitung dengan sumber data guru diperoleh hasil sebesar 84%, jika hasil tersebut dikonsultasikan dengan kriteria maka tergolong baik sekali. Untuk data hasil observasi proses pemanfaatan media permainan kartu hitung dengan sumber data siswa diperoleh hasil sebesar 82, 5 %, jika hasil tersebut dikonsultasikan dengan kriteria maka tergolong baik sekali. Sedangkan uji hasil tes diperoleh t hitung 14, 53 dengan db = 40 – 1 = 39 dan taraf signifikan 5 % maka diperoleh t tabel 2, 021. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 14, 53 > 2, 021. Maka data ini menunjukkan bahwa pemanfaatan media permainan kartu hitung dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika pokok bahasan operasi hitung campuran kelas III SDN Babat Jerawat I Surabaya.

Kata Kunci: Pemanfaatan media permainan kartu hitung, hasil belajar


1. Pendahuluan

Matematika merupakan pelajaran yang sangat sulit, meskipun ada yang menyenangi pelajaran itu. Segala cara dan usaha dilakukan untuk dapat mewujudkan adanya pemahaman belajar yang baik pada mata pelajaran matematika. Banyak usaha yang dilakukan oleh orang tua untuk membantu putra-putrinya agar mampu menguasai operasi berhitung. Misalnya, mengikut sertakan putra-putrinya mengikuti bimbingan belajar di sekolah, mendatangkan guru privat di rumah, dan mengikutkan bimbingan di tempat kursus. Agar siswa dapat menerima dan memahami operasi berhitung dengan baik, maka diperlukan usaha untuk menarik perhatian siswa, salah satunya adalah dengan cara memanipulasi suasana pembelajaran dan media pembelajaran. Dengan menerapkan pembelajaran yang menarik maka siswa akan giat dalam belajar, sehingga kegiatan belajar yang diharapkan akan muncul dan mencapai hasil yang baik pula.....................Baca selengkapnya makalah ini sebagaimana aslinya di sini.

Terima kasih telah membaca blog model pembelajaran dan ptk ini. Salam.

Tuesday, May 1, 2012

Laporan Penelitian Pengembangan: Media Komputer

Pengembangan Media Komputer Pembelajaran Pada Mata Pelajaran Bahasa Daerah Pokok Bahasan Aksara Jawa Kelas Vii Di Smp Negeri 2 Sidoarjo

Oleh:
Dewi Lili Amiyati dan Andi Mariono
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Surabaya
Kampus Lidah wetan

Sumber Jurnal: 

Jurnal Teknologi Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya Volume 10 No. 1 April 2010, halaman 100-111.

Abstrak: 

Media Komputer Pembelajaran adalah media yang menggunakan teknologi berbasis komputer merupakan cara menyampaikan materi dengan sumber-sumber yang berbasis microprosesor. Penggunaan media ini dalam proses pembelajaran dapat memotivasi siswa dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan. Pada mata pelajaran Bahasa Daerah dengan pokok bahasan Aksara Jawa, Siswa dituntut untuk mampu menguasai materi yakni dengan kompetensi dasar berupa membaca serta menulis akasara Jawa dengan baik dan benar. Dengan banyaknya konsep yang harus diserap serta proses pembelajaran yang digunakan masih bersifat klasikal sehingga menyebabkan siswa bosan dengan pembelajaran dikelas serta guru harus seringkali mengulangi materi pembelajaran. Model pengembangan yang digunakan adalah model pengembangan dari Arif S. Sadiman. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan data berupa kuantitatif dan kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan angket dengan mengambil subjek penelitian ini adalah dua orang ahli materi, dua orang ahli media, dan subjek uji coba tiga puluh tujuh siswa sebagai pengguna. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil analisis data yang diperoleh dari tahapan uji coba pada media komputer pembelajaran (CAI) yang dikembangkan, menunjukkan bahwa secara umum media CAI tersebut dinilai Sangat baik dengan rincian rerata sebesar 88,2 % pada uji coba Ahli Materi, 87,6% Uji coba Ahli Media, 86% uji coba perorangan, 88,3% dan 87,5% Uji coba kelompok besar.

Kata kunci : Pengembangan, Media Komputer Pembelajaran, Mata pelajaran bahasa daerah
pokok bahsan aksara Jawa.


1. Pendahuluan

Dewasa ini perkembangan Teknologi dan Informasi berjalan begitu pesat khususnya perkembangan teknologi di bidang pendidikan yang telah banyak memberikan sumbangan dalam pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan proses belajar mengajar dan memecahkan masalah belajar. Salah satu kemudahan yang didapat yakni adanya penggunaan dan pemanfaatan media dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran sebenarnya merupakan alat bantu yang dapat digunakan oleh guru dalam membantu tugas kependidikannya. Media pembelajaran juga dapat memudahkan pemahaman siswa terhadap kompetensi yang harus dikuasai, materi yang harus dipelajari dan dapat mempertinggi hasil belajar (Mulyanta&Marlon, 2009 : 2). Berbagai macam media pembelajaran telah diciptakan, dari media yang sederhana misalnya buku, modul, sampai media yang semakin canggih yang disebut dengan media komputer pembelajaran (computer assisted instruction – CAI).

Media komputer pembelajaran yaitu media yang menggunakan teknologi berbasis komputer merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan sumber – sumber yang berbasis microprosesor. Menurut Arsyad (2007 : 32) pada dasarnya program media pembelajaran berbasis komputer ini menggunakan layar kaca untuk menyajikan informasi kepada siswa. Penggunaan media komputer pembelajaran dirancang untuk dapat memotivasi siswa dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilannya karena media ini memiliki karakteristik menarik, interaktif, inovatif dan variatif, (Warsita, 2008: 137). Dengan adanya penggunaan media komputer pembelajaran.........................Baca Makalah ini selengkapnya sebagaimana sumber aslinya.

Friday, April 27, 2012

Laporan Penelitian Pre Test - Post Test Design: Bimbingan Konseling

Penerapan Konseling Trait And Factor  Pada Siswa Yang Mengalami Kesulitan Memilih Program Penjurusan Bahasa


Oleh:
Desta Putu Wikarta ( Alumni prodi BK Unesa)
Mochamad Nursalim  ( Staf pengajar prodi BK Unesa)

Sumber Jurnal:

Jurnal Psikologi dan Bimbingan
Universitas Negeri Surabaya
Volume 10 Nomor 1 Juli 2009
http://ppb.jurnal.unesa.ac.id

Abstrak : 

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat kesulitan dalam pilihan program penjurusan bahasa sebelum dan sesudah penerapan konseling Trait and Factor siswa kelas X-6 SMA NEGERI 2 Lamongan. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan pre-test post-test one group design. Metode pengumpul data yang digunakan adalah angket, obsevasi dan wawancara. Subjek penelitian adalah 5 siswa yang mengalami kesulitan memilih program penjurusan bahasa dari siswa kelas X-6 SMA NEGERI 2 Lamongan. Berdasarkan teknik analisis data yang di pakai adalah uji tanda dengan N=5 dan X=0 diperoleh ρ=0,031 harga ini lebih kecil daripada α = 0,05. dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi hipotesis yang berbunyi “ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kesulitan dalam pilihan program penjurusan bahasa kelas X-6 SMA NEGERI 2 Lamongan antara sebelum dan sesudah penerapan konseling Trait and Factor” dapat diterima.

Kata kunci : Konseling Trait and Factor, kesulitan memilih program penjurusan bahasa

Pendahuluan

Super (dalam Suharlinah, 2006) menguraikan, anak mulai mengembangkan bakat dan minatnya terhadap satu atau beberapa bidang, walaupun masih bersifat eksploratif (mencari-cari/mencoba-coba). Sejalan dengan teori super ini maka perkembangan karir dapat disamakan dengan proses perkembangan konsep diri. Apabila konsep diri berubah maka akan terjadi perubahan pula dalam memilih karir.

Banyak orang berpandangan, pilihlah jurusan yang gampang (gampang masuk dan gampang lulus), supaya gampang dapat pekerjaan dan regardless sesuai minat atau tidak. Sebenarnya pandangan ini perlu ditinjau ulang karena memilih suatu jurusan bukanlah persoalan yang mudah. Untuk memilih jurusan, siswa perlu memperhitungakan beberapa faktor seperti kemampuan, minat, bakat, kepribadian, dan lain-lain. Salah memilih jurusan punya dampak yang signifikan terhadap kehidupan anak di masa mendatang.

Berdasarkan hasil studi awal di SMA Negeri 2 Lamongan didapati siswa yang mengalami kebingunan untuk memilih jurusan yang ingin diminati, khususnya jurusan bahasa. Para siswa kelas X cenderung pesimis jika melihat jumlah kakak kelas yang ada di kelas XI Bahasa dengan jumlah siswa yang sedikit. Sebenarnya siswa ingin masuk ke jurusan Bahasa, hanya saja melihat kapasitas siswa yang masuk di kelas XI tahun ini sangat sedikit sehingga enggan memilih jurusan bahasa nantinya. Ada terdapat 5 siswa dalam satu kelas berkeinginan masuk jurusan Bahasa. Itupun belum semua siswa kelas X-6 yang di data berminat memilih jurusan IPA, IPS ataupun Bahasa.

Pandangan orang tentang jurusan bahasa, bahwa siswa yang terjaring ke dalam Jurusan Bahasa tidak lebih dari siswa "buangan" yang tidak tertampung pada jurusan favorit IPA atau IPS. Siswa yang berminat untuk masuk jurusan bahasa dengan yang tidak berminat terhadap jurusan bahasa ternyata tidak lebih baik dari yang tidak berminat masuk ke jurusan bahasa

Padahal, dengan mendalami bahasa, mempelajari berbagai ilmu pengetahuan semakin mudah disamping memperkaya wawasan, pengalaman dan pergaulan. Sementara itu, agar bisa menguasai bahasa asing tertentu, terutama yang menjadi materi pelajaran di sekolah, para siswa banyak yang memilih kursus atau pelajaran tambahan secara informal setelah jam pelajaran sekolah usai. Bursa kerja sekarang........

Baca makalah ini selengkapnya sebagaimana aslinya di sini.

Laporan PTK: Metode Active Learning di MI


Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Active Learning Pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak Kelas 2/B MI Islamiyah Geluran Taman Sidoarjo Tahun Pelajaran 2009-2010


Oleh:
Sukamto
MI Nurul Huda, Kapongan Situbondo

Sumber Jurnal:

Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Agama Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2010 Halaman 99 - 110. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Agama Islam (JPTK-PAI) diterbitkan oleh Laboratorium Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya bekerjasama dengan Madrasah Development Center (MDC) Kementerian Agama Wilayah Jawa Timur, dan Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam (AGPAI) Jawa Timur.

Abstrak:

Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu upaya dalam menyelesaikan masalah pembelajaran di kelas. Pada PTK ini, peneliti akan melakukan penelitian tentang,”Upaya Peningkatan Hasil Belajar siswa melalui metode active learning pada mata pelajaran Akidah Akhlak Kelas 2/B MI Islamiyah Geluran Taman Sidoarjo Tahun Pelajaran 2009-2010. Rumusan masalah pada PTK ini, adalah “bagaimanakah upaya peningkatan Hasil Belajar siswa melalui metode active learning pada mata pelajaran Akidah Akhlak Kelas 2/B MI Islamiyah Geluran Taman Sidoarjo Tahun Pelajaran 2009-2010?”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya meningkatkan hasil belajar siswa dalam penggunaan metode active learning di MI Islamiyah Geluran Taman Sidoarjo. Metode yang digunakan adalah observasi, interview dan dokumentasi. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencaan/rencana awal, tindakan, observasi, refleksi dan tindakan ulang. Subyek dari penelitian adalah seluruh siswa kelas IIb MI Islamiyah Geluran Taman Sidoarjo dengan jumlah 50 anak dalam mata pelajaran Akidah Akhlak pokok bahasan adab meludah. Berdasarkan hasil analisis didapat bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus II yaitu siklus I daya serap 78 % dan siklus II daya serap 92 %. Dari hasil penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran akidah akhlak di kelas IIb di MI Islamiyah Geluran Taman Sidoarjo hendaknya dilakukan sesuai dengan perilaku akhlak sehari-hari.

Kata kunci: Hasil belajar dan Pembelajaran active learning, ptk.

Pendahuluan

Penggunaan metode pembelajaran disetiap mata pelajaran sangat penting, karena tidak semua metode pembelajaran tepat untuk semua penyampaian, waktu kondisi, dan bidang studi. Salah satu penentu dalam kegiatan belajar mengajar adalah metode. Metode pengajaran adalah suatu cara untuk menyajikan pesan

pembelajaran, sehingga pencapaian hasil pembelajaran dapat optimal. Dalam setiap proses pembelajaran termasuk Akidah Akhlak. Metode memiliki kedudukan yang penting dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran. Tanpa metode, suatu pesan pembelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar ke arah yang dicapai (Rohmat, 1999:1).
Ketika praktikan melakukan pembelajaran Akidah Akhlak di MI Islamiyah Geluran Taman Sidoarjo pada materi adab buang angin antusias siswa dalam pembelajaran sangat kurang sekali dikarenakan (1) metode yang digunakan oleh praktikan masih bersifat monoton, (2 banyaknya siswa yang melebihi kapasitas (50 orang). Ternyata penggunaan metode ceramah untuk pembelajaran akidah akhlak masih belum efektif. Oleh sebab itu, praktikan mencoba mencari sebuah metode yang bisa melibatkan siswa dalam pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi aktif dan kreatif.

Melihat fenomena di atas, praktikan mempunyai inisiatif untuk merubah metode yang sering dilakukan yakni menggunakan metode ceramah dirubah ke metode active learning dengan tujuan agar ada perubahan dan peningkatan ditingkat pemahaman anak didik dalam menyerap sebuah materi pelajaran khususnya dibidang mata pelajaran Akidak Akhlak.

Penerapan metode active learning di MI Islamiyah desa Geluran Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo merupakan respon yang baik terhadap perkembangan mutakhir sistem pendidikan di Indonesia khususnya dalam pembelajaran Akidah Akhlak, yang merupakan mata pelajaran penting sekaligus pendukung bagi mata pelajaran lainnya.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “bagaimana upaya peningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Akidah Akhlak kelas II MI Islamiyah Geluran Taman Sidoarjo?”. Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya meningkatkan hasil belajar siswa dalam penggunaan metode active learning di MI Islamiyah Geluran Taman Sidoarjo.
Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi pengelolaan pembelajaran, khususnya bagi guru yang mengajar Akidah Akhlak, yaitu (1) memiliki gambaran tentang pembelajaran active learning yang efektif, (2) dapat menidentifikasikan permasalahan yang timbul di kelas, sekaligus mencari solusi pemecahannya, (3) dipergunakan untuk menyusun program penilaian efektifitas pembelajaran model active learning pada tahap berikutnya.

Baca makalah ini sebagaimana aslinya di sini.

Thursday, April 26, 2012

Laporan Penelitian Eksperimen - One Group Pre Test and Post Test Design di SMK

Penerapan Konseling Kelompok Trait Factor untuk Mengatasi Kesulitan dalam Perencanaan Karir pada Siswa


Oleh:
Ary Wahyu Ratnaningtyas ( Konselor pada SMK di Sidoarjo )
Satiningsih ( Staf Pengajar Prodi Psikologi Unesa)

Sumber Jurnal:

Jurnal Psikologi dan Bimbingan
Universitas Negeri Surabaya
Volume 12 Nomor 1 Juli 2011
http://ppb.jurnal.unesa.ac.id

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk menguji keefektifan penggunaan konseling kelompok trait factor untuk mengatasi kesulitan dalam perencanaan karir pada siswa. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian pre eksperimen berupa one group pre-test and post-test design. Subyek penelitian ini 10 orang siswa XI-3 jurusan administrasi perhotelan SMK Negeri 6 Surabaya yang mempunyai skor kesulitan dalam perencanaan karir rendah. Penentuan subyek penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket tertutup. Teknik analisis data yang digunakan yaitu Uji Tanda, menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada skor perencanaan karir antara sebelum dan sesudah pemberian perlakuan yaitu konseling kelompok trait factor. Karena pada nilai (0.002) lebih kecil dari taraf nyata (0.05). Maka hipotesis (HO) ditolak dan (HI) diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok trait factor dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan dalam perencanaan karir pada siswa.

Kata kunci : Konseling kelompok trait factor, perencanaan karir


Sebagian isi makalah/jurnal:

Metode

Penelitian ini dikategorikan sebagai jenis penelitian pre-eksperimen dengan model pendekatan pre-test post-test one group design yaitu eksperimen yang dilakukan pada satu kelompok tanpa kelompok pembanding. Menurut Arikunto (2002: 78) mengungkapkan “pre-test post-test one group design adalah penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen (pre-test) dan sesudah ekperimen (post-test) dengan satu kelompok subjek.”

Perlakuan ini diberikan sebanyak 8 kali pertemuan kepada sejumlah siswa kelas XI-3 jurusan Administrasi Perhotelan SMK Negeri 6 Surabaya yang memiliki perencanaan karir rendah. Dengan menggunakan konseling kelompok trait factor. Adapun prosedur perlakuannya telah disusun dalam bentuk modul perlakuan yang sedikit mengadaptasi dari tahap-tahap yang dikemukakan oleh Nixon dan Glover, serta Williamson (dalam Winkel dan Sri Hastuti, 2004).

Data yang terkumpul melalui angket akan diolah dengan menggunakan analisis statistik non parametrik dengan uji tanda. Alasan menggunakan uji tanda ini dikarenakan sampel kurang dari dua puluh lima orang. Dijelaskan oleh Sugiono bahwa “uji tanda (sign-test) digunakan untuk menguji hipotesis komporatif dua sampel yang berkorelasi dan uji tanda digunakan........

Baca makalah ini selengkapnya sebagaimana aslinya di sini.

Tuesday, April 24, 2012

Laporan PTK: Pendekatan Active Learning

Upaya Meningkatkan Proses Belajar dan Hasil Belajar Fiqih melalui Pendekatan Active Learning pada Siswa Kelas III MINU Pucang Sidoarjo.


Oleh:

Asmaul Khusna
(MI Darul Huda, Gresik)

Sumber Jurnal:

Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Agama Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2010 Halaman 122 - 132. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Agama Islam (JPTK-PAI) diterbitkan oleh Laboratorium Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya bekerjasama dengan Madrasah Development Center (MDC) Kementerian Agama Wilayah Jawa Timur, dan Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam (AGPAI) Jawa Timur.


Abstrak: 

Keberhasilan proses pembelajaran di kelas sebagian ditentukan oleh strategi pembelajaran. Oleh karena itu, setiap akan mengajar guru diharuskan untuk menerapkan strategi atau metode tertentu dalam pelaksanaan pembelajaran. Penelitian ini berdasarkan permasalahan, ”bagaimanakah upaya peningkatan proses belajar dan hasil belajar siswa melalui pendekatan active learning pada pelajaran Fiqih kelas III MINU Pucang Sidoarjo?”. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya peningkatan proses belajar dan hasil belajar siswa setelah diterapkannya strategi pembelajaran dengan pendekatan active learning pada pelajaran Fiqih kelas III MINU Pucang Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak dua putaran atau siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas III. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (32,35%), siklus II (67,64%), siklus III (97,05%). Simpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran active learning dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa Kelas III serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran Fiqih.

Kata kunci: Belajar Fiqih, Active Learning.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Penelitian ini akan dihentikan apabila ketuntasan belajar secara klaksikal telah mencapai 85% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak tergantung pada jumlah siklus yang harus dilalui.
Tempat penelitian ini bertempat di MINU Pucang tahun pelajaran 2009/2010. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – April semester genap 2009/2010. Sedangkan subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas III sebanyak 34 orang.

Rancangan penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih yaitu penelitian tindakan kelas, maka peneliti ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (Sugiarti, 1997: 8) yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelumnya masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar:

Baca makalah ini sebagaimana aslinya di sini.

Monday, April 23, 2012

Laporan PTK: Penggunaan Kartu Tagihan

Penggunaan Kartu Tagihan Hafalan Qunut sebagai Upaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fiqih Siswa Kelas 2 MI Geluran Taman Sidoarjo Tahun Pelajaran 2009/2010


Oleh:
Ofik Muhammad Taufik  (MI Tahruddin, Lamongan)

Sumber Jurnal: 

Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Agama Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2010 Halaman 122 - 132. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Agama Islam (JPTK-PAI) diterbitkan oleh Laboratorium Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya bekerjasama dengan Madrasah Development Center (MDC) Kementerian Agama Wilayah Jawa Timur, dan Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam (AGPAI) Jawa Timur berdasarkan SK Dekan nomor: In.02/1/HK.00.5/SK/315/XII/2009 (ISSN: 2086-7239). Jurnal ini terbit dua kali setahun, dan berisi tulisan ilmiah tentang tindakan pembelajaran pendidikan agama Islam di ruang pembelajaran, baik di lingkungan madrasah, pesantren, pendidikan umum, maupun perguruan tinggi.

Abstrak:

Keberhasilan proses pembelajaran di kelas sebagian ditentukan oleh media pembelajaran. Kesiapan guru dalam mempersiapkan proses pembelajaran akan menentukan kualitas dari hasil belajar itu sendiri. Penelitian Tindakan kelas ini berangkat dari permasalahan bahwa banyak siswa-siswi kelas 2 MI Geluran Taman Sidoarjo belum hafal doa Qunut. Oleh karena itu peneliti merumuskan masalah bagaimana upaya penggunaan kartu tagihan hafalan Qunut sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar Fiqih siswa Kelas 2 MI Geluran Taman. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan kartu tagihan hafalan Qunut sebagai upaya meningkatkan hasil belajar Fiqih siswa Kelas 2 MI Geluran. Desain penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Metode pengumpulan data menggunakan observasi, analisis masalahnya menggunakan prosentasi, menggunakan 2 siklus, hasil dari siklus pertama adalah 68% sedangkan siklus yang kedua adalah 87,5%. Oleh karena itu terjadi peningkatan hasil belajar pada mata pelajaran Fiqh dengan menggunakan media kartu tagihan hafalan Qunut ini.

Kata kunci: Kartu Tagihan, Hasil Balajar, Qunut, Fiqh, ptk


PENDAHULUAN

Pendidikan ditinjau dari tujuan dan hakekatnya secara umum dapat dimaknai sebagai suatu upaya untuk mengantarkan seorang manusia menuju kedewasaan yaitu dengan cara mengembangkan secara optimal segala potensi yang ada pada dirinya, sehingga pada akhirnya ia mendapat kepuasaan diri, bisa menyesuaikan diri dengan baik terhadap kondisi masyarakat dan lingkungannya. Pendidikan itu berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Proses pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah ialah melalui jalur institusi atau sekolah dan tujuan pendidikan secara nasional bermaksud dalam suatu peraturan pemerintah yaitu Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 yang berbunyi:

‘’Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab’’.

Sekolah adalah salah satu lembaga pendidikan yang mempunyai peranan yang sangat penting. Peranan tersebut adalah upaya menumbuhkan dan mengem-bangkan potensi anak didik ke arah lebih optimal dan aktual melalui proses belajar mengajar. Pada proses belajar setiap guru seyogyanya mengerakkan segenap kemampuan yang ia miliki dan meningkatkan terus pengetahuannya supaya dapat melaksanakan pengajaran dengan baik, sehingga diharapkan siswa memiliki sejumlah pengetahuan, keterampilan, sikap dan prestasi yang memadai.Keberhasilan mengajar menurut Purwanto dipengaruhi oleh faktor...............
Baca makalah ini sebagaimana aslinya di sini.

Sunday, April 22, 2012

Laporan PTK: Penerapan CTL untuk MI

Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas V pada Mata Pelajaran Fiqih di MI NU KH. Mukmin Sidoarjo


Oleh:
M. Samik Rafiqi
MI Darul 'Ulum II, Pamekasan

Sumber Jurnal:

Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Agama Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2010 Halaman 87 - 98

Abstrak: 

Dalam pembelajaran dibutuhkan tindakan yang dapat meningkatkan minat belajar siswa, misalnya dengan menggunakan pendekatan contextual teaching and learning (CTL). Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah Apakah penerapan pembelajaran contextual teaching and learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V pada mata pelajaran Fiqih di MINU KH. Mukmin?. Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan pembelajaran countextual teaching and learning dapat meningkatkan prestasi belajar. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang dilakukan sebanyak dua siklus atau dua putaran. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu: rencana awal/rancangan, tindakan dan observasi, refleksi dan revisi. Subyek dari penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas V MI NU KH. Mukmin Sidokare Sidoarjo dengan jumlah siswa 22 anak pada mata pelajaran Fiqih dalam pokok bahasan haji semester II tahun pelajara 2009/2010. Bedasarkan hasil analisi didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami penin gkatan dari siklus I dan siklus II yaitu siklus I daya serap klasikal 59% dan siklus II daya serap klasikal 91%. Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dengan dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan CTL dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Fiqih di Kelas V MINU KH. Mukmin Sidoarjo.

Kata kunci: CTL, Meningkatkan Prestasi Belajar, Fiqih


PENDAHULUAN
Dalam kehidupan yang semakin modern siswa cenderung kurang untuk memperdalam ilmu keagamaan, partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar terutama di sekolah umum dengan 2 jam pelajaran dalam satu minggu. Oleh karena itu, kurangnya partisipasi siswa pada proses belajar mengajar pada bidang studi Fiqih menyebabkan banyaknya siswa yang tidak mencapai kriteria ketuntasan belajar minimal.
Dilihat dari model dan metode pembelajaran yang kita laksanakan sebelumnya adalah metode ceramah, pemberian tugas individu dan hanya sekedar membaca, juga salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak untuk mempelajari ilmu agama khususnya bidang studi fiqih. Mereka lebih menekankan sains daripada ilmu agama.

Tujuan pokok dengan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok, karena siswa belajar diajak pada kondisi nyata. Meningkatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, akan tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Hanya dengan keuletan dan optimisme diri yang dapat membantu untuk mencapainya. Oleh karena itu wajarlah pencapaian prestasi itu harus dengan keuletan kerja.

Meski peningkatan prestasi itu penuh dengan rintangan dan tantangan yang harus dihadapi oleh seorang, namun seorang tidak akan menyerah untuk mencapainya. Banyak kegiatan yang bisa dijadikan sarana untuk meningkatkan prestasi. Semuanya tergantung dari profesi dan kesenangan dari masing-masing individu kegiatan mana yang akan digeluti demi meningkatnya prestasi tersebut.
Dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang terpenting adalah bagaimana kemampuan guru dalam memilih model pembelajaran dan variasi metode, sehingga dengan model pembelajaran yang tepat dan variasi metode yang vareatif terjadilah interaksi belajar mengajar yang baik, artinya bagaimana guru itu dapat mempermudah dalam memberikan suatu materi pembelajaran dan dapat memberikan motivasi kegiatan belajar.

Dengan demikian peran guru sebagai pengajar memiliki tugas memberikan fasilitas atau kemudahan bagi suatu kegiatan belajar. Dengan ini maka banyak masalah yang perlu diperhatikan oleh guru. Menurut Sardiman (2007: 02) antara lain adalah bagaimana guru harus membimbing atau mengarahkan belajar siswa agar bisa meningkatkan prestasi; bagaimana bentuk bimbingan atau pengarahan tersebut, terutama untuk menangani jumlah siswa yang besar; dapatkah guru menyediakan waktu yang cukup? serta, apakah proses belajar itu sudah didukung dengan fasilitas yang sempurna?
Baca Selengkapnya Makalah Ini sebagaimana sumber aslinya di sini.

Monday, April 16, 2012

Tahapan Perkembangan Anak dan Pemilihan Bacaan sastra

Tahapan Perkembangan Anak Dan Pemilihan Bacaan Sastra Anak

Oleh:  
Burhan Nurgiyantoro
FBS Universitas Negeri Yogyakarta

Sumber Jurnal: 

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2 halaman 197 – 222. Diterbitkan oleh: Ikatan Sarjana  Pendidikan Indonesia DIY bekerjasama  dengan  LPM Universitas Negeri Yogyakarta

SEBAGIAN ISI MAKALAH:

Pendahuluan:

Sebagaimana halnya manusia dewasa, anak juga memiliki rasa ingin tahu untuk mengenal dunia di sekelilingnya. Pemuasan rasa ingin tahu seorang anak dapat dipenuhi lewat berbagai cara, dan salah satunya adalah lewat bacaan. Bacaan anak itu sendiri amat beragam yang membentang mulai cerita lucu, berbagai cerita tradisional, fiksi, puisi, komik, dan lain-lain sampai dengan bacaan yang berbicara tentang berbagai informasi faktual. Misalnya, bacaan tentang tokoh-tokoh terkenal, olahraga, kehidupan binatang, dan lain-lain yang isinya memang ada dan dapat dibuktikan secara empirik. Hal itu tidak berbeda halnya dengan kebutuhan informasi oleh orang dewasa yang juga dapat diperoleh lewat berbagai bacaan yang berisi tentang berbagai hal. Orang dewasa tinggal memilih bacaan apa dan atau informasi apa yang diinginkannya. Baik orang dewasa maupun anak sama-sama membutuhkan informasi yang memperkaya pengalaman jiwanya, sedang yang membedakan adalah buku apa atau informasi apa yang dibutuhkan itu.

Anak belum dapat memilih bacaan sastra yang baik untuk dirinya sendiri. Anak akan membaca apa saja bacaan yang ditemui tak peduli cocok atau tidak untuknya karena memang belum tahu. Agar anak dapat memperoleh bacaan yang sesuai dengan perkembangan kediriannya, kita harus peduli dengan bacaan sastra yang dikonsumsikan kepadanya. Bacaan sastra yang tepat akan berperan menunjang pertumbuhan dan perkembangan berbagai aspek kedirian anak. Pemilihan bacaan juga haruslah mempertimbangkan faktor budaya karena anak dibesarkan dan belajar tidak dalam kevakuman budaya (Edwards, 2004:89). Budaya yang melingkupi anak adalah berbagai adat kebiasaan, perilaku verbal dan nonverbal, dan lain-lain sebagaimana yang didemonstrasikan secara konkret oleh dan di lingkungan keluarganya. Untuk itu, pemilihan bacaan harus dilakukan dengan hati-hati.

Secara universal perkembangan berbagai aspek kejiwaan anak sesuai dengan tingkat usianya akan melewati tahap-tahap tertentu. Menurut Brady (dalam Saxby & Winch, 1991:26) para peneliti telah mengidentifikasikan umur serta tahapan dan karakteristik perkembangan kejiwaan anak yang meliputi aspek berpikir, bahasa, personalitas, moral, dan pertanyaan-pertanyaan terkait yang dapat membantu dalam seleksi bacaan sastra. Di pihak lain, menurut Huck dkk. (1987:52), di samping aspek-aspek yang dikemukakan Brady, perkembangan itu juga melibatkan aspek fisik dan pertumbuhan konsep cerita.

Brady (dalam Saxby & Winch, 1991:26–27) mengemukakan bahwa terdapat hal-hal tertentu yang yang menjadi dasar pemikiran dalam.................download  selengkapnya makalah ini di sini.

Laporan PTK SD tentang Keterampilan Menulis

Peningkatan Keefektifan Pembelajaran Menulis Di Kelas II Sekolah Dasar


Oleh:
Suyatinah
PGSD FIP Universitas Negeri Yogyakarta

Sumber Jurnal :

Cakrawala Pendidikan, November 2005, Th. XXIV, No. 3 halaman 405 – 220. Diterbitkan oleh: Ikatan Sarjana  Pendidikan Indonesia DIY bekerjasama  dengan  LPM Universitas Negeri Yogyakarta

SEBAGIAN ISI MAKALAH:


Pendahuluan

Pembelajaran menulis permulaan sangat penting diajarkan di sekolah dasar agar anak-anak dapat terlibat kegiatan baca tulis. Pembelajaran tersebut merupakan dasar menulis yang dapat menentukan murid Sekolah Dasar dalam menulis lanjut pada kelas berikutnya. Tanpa memiliki kemampuan menulis yang memadai sejak dini, anak akan mengalami kesulitan belajar pada masa selanjutnya.

Berkaitan dengan fungsi keterampilan menulis, Morsy (dalam Tarigan, 1984:4) mengatakan ”dalam kehidupan modern ini jelas bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan. Kiranya tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa keterampilan menulis merupakan ciri orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar.
Keterampilan menulis hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan latihan. Menurut Dawson (dalam Tarigan, 1985:1) salah satu bentuk praktek dan latihan untuk memperoleh penguasaan menulis, sebagai salah satu dari empat keterampilan berbahasa dilaku-kan melalui kegiatan pembelajaran.

Pernyataan ini sependapat dari Akadiah (1999:143) bahwa keterampilan menulis bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun, akan tetapi merupakan hasil proses belajar mengajar dan ketekunan berlatih. Jadi, keterampilan menulis itu mengalami proses pertumbuhan melalui latihan. Untuk memperoleh keterampilan menulis tidak cukup dengan mempelajari tata bahasa dan mempelajari pengetahuan tentang teori menulis, melainkan tumbuh melalui proses pelatihan. Kenyataan di lapangan, menunjuk¬kan bahwa pembelajaran menulis kurang mendapat perhatian yang sewajarnya. Pelly & Efendi (dalam Syamsi, 1999:1) mengatakan bahwa pembelajaran membaca dan menulis yang dulu merupakan pelajaran dan latihan pokok, kini kurang mendapat perhatian, baik dari para siswa maupun guru. Pembelajaran menulis tidak ditangani sebagaimana mestinya. Hal ini mengakibatkan keterampilan menulis para siswa tidak memadai. Badudu (dalam Syamsi, 1999:2) berpendapat bahwa rendahnya mutu kemampuan menulis siswa disebabkan oleh kenyataan bahwa pengajaran mengarang dianaktirikan.

Untuk mengoptimalkan hasil belajar, terutama bidang keterampilan menulis, diperlukan pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas belajar dan kreativitas para siswa. Adapun upaya untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran menulis dengan menggunakan pendekatan yang menekankan pentingnya proses belajar bagi subyek didik, yakni pendekatan proses dan media gambar...........baca makalah ini selengkapnya di sini.

Wednesday, April 11, 2012

Teknik Pembelajaran: Yoyo Sprint Model

“Yoyo Sprint Model” Sebuah Alternatif Teknik Pembelajaran

Oleh:
Roni Subhan
(Guru di Lingkungan Kandepag Kabupaten Jember)

Sumber Jurnal: 

Jurnal Pendidikan Islam, Vol 1, No 01 Juni 2009 ISSN 2085-3033 Halaman 24 - 29

Sebagian isi Jurnal:


Teknis pembelajaran yang pada prinsipnya menggunakan pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) ataupun CTL (Contextual Teaching Learning) ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
  1. Mengurangi tingkat kejenuhan pada pembelajar, karena memperoleh variasi baru dalam menjalankan proses belajar mengajar,
  2. Memudahkan pembelajar mengingat materi pelajaran yang diajarkan,
  3. Menyusun kalimat tanya acak dengan cepat dan tepat,
  4. Menjawab pertanyaan dari kalimat yang telah disusun.
  5. Membentuk kondisi yang menyenangkan, menggugah rasa persaingan yang sehat untuk keberhasilan.

Dengan tujuan tersebut diharapkan siswa dapat terpacu untuk menyelesaikan masalah/soal yang diberikan oleh pengajar. Dengan menjawab pertanyaan dari kalimat yang telah disusun dengan cepat dan tepat pula.

Implementasi Teknis “Yoyo Sprint Model “ Media Belajar

  • Kertas Buffalo berwarna digunting dengan ukuran 3 x 20 Cm sebanyak 10 lembar, dengan tulisan 1 kalimat, atau pantun atau bisa yang lain jika materi pembelajaran berbeda setiap kertas. Seluruh kalimat tersebut jika digabung akan menjadi kalimat tanya yang jawabannya tentang seputar bahasa Indonesia.
  • Kertas buffalo dengan ukuran 80 x 50 cmyang sudah diberi nomor urut untuk menempelkan kertas potongan yang sudah berisi nomor urut yang akan diurutkan sehingga menjadi kalimat tanya yang baik.

Langkah-langkah Pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran Teknik“Yoyo Sprint Model “ ini diimple mentasikan pada  Rencana Pelaksanaan proses belajar mengajar seperti yang biasa dibuat. Namun demikian tidak mutlak harus dilaksanakan sama persis sepertilangkah-langkah pembelajaran ini. Tergantung pada  kondisi dan situasi masing-masing sekolah dan potensi anak. Namun demikian teknik “Yoyo Sprint Model “ ini secara umum dapat dilaksanakan disegala tempat dan berbagai bidang studi pada kompetensi dasar tertentu :
  1. Pengajar menjelaskan pelajaran hari ini
  2. Pengajar menjelaskan cara permainan
  3. Simulasi pembentukan Kelompok
  4. Setiap kelompok akan mendapatkan bagian 1 meja yang sudah tersedia beberapa pasang kalimat (untuk bahasa Indonesia, atau komptensi yang lain yang sesuai untuk metari pelajaran berbeda).
  5. Masing-masing kelompok maksimal 4-6 pembelajar
  6. Kertas untuk menempel, ditempelkan ke papan atau kedinding yang sekiranya tidak mengotori tembok
  7. Dan kertas potongan di letakkan diatas meja berjajar yang diberi tanda huruf abzad atau nomor urut, berjarak tertentu di depan papan, dilengkapi dengan lem.
  8. Dengan cara diundi masing masing-masing kelompok menempati meja yang telah tersedia potongan kertas tersebut sesuai dengan undian.
  9. Dengan aba-aba pengajar permainan dimulai
  10. Kelompok membuka amplop dimasing masing mejanya
  11. Anggota kelompok terdepan berlari membawa 1 kalimat atau materi yang lain. Setelah selesai kembali lagi, dan anggota kelompok ke dua berlari sambil membawa potongan lainnya untuk ditempelkan pada nomor selanjutnya dan seterusnya..
Yang tercepat dan tepat yang dianggap unggul dan diberi reward, kemudian yang salah dan terbelakang diberi hukuman yang mendidik. ........................................... Baca selengkapnya makalah ini langsung dari sumber aslinya di sini.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...