Showing posts with label teori belajar. Show all posts
Showing posts with label teori belajar. Show all posts

Thursday, January 29, 2015

Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Guru dalam Pendekatan Kontekstual

Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Guru dalam Pendekatan Kontekstual


Pendekatan kontekstual (contextual approach) yang seringkali disebut juga sebagai pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning : CTL) adalah pendekatan pembelajaran yang memandang pembelajaran di kelas harusnya selalu mengupayakan dan memfasilitasi siswa untuk menghubungkan pembelajaran dengan kehidupan nyata (real life situation). Karena itu, seorang guru yang mengajar dengan pendekatan ini harus dapat menyajikan pembelajaran di mana di dalamnya ia berperan sebagai fasilitator dan membawa anak kepada pemecahan masalah nyata melalui pengetahuan yang baru diperolehnya. Pendekatan ini tentunya menghendaki semua komponen kelas aktif dalam belajar.

Jika seorang guru ingin menerapkan pendekatan kontekstual di dalam kelas dan pembelajarannya maka ia harus memperhatikan pemikiran-pemikiran berikut.

Belajar tidak hanya sekedar menghafal

Ujian merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari dunia persekolahan kita. Sedemikian dianggap pentingnya ujian yang notabene lebih banyak menuntut siswa menguasai hafalan, maka tak jarang siswa dibawa guru untuk belajar secara menghafal. Ini tentu sesuatu yang salah dan harusnya dihindari. Memang ada dilema dalam dunia persekolahan kita, di mana siswa dirtuntut untuk lulus ujian, dan ujian menjadi suatu momok bagi sebagian siswa dan guru. Rendahnya nilai ujian juga akan menjadi taruhan bagi sekolah bahkan institusi setingkat dinas pendidikan. Seharusnya, mengajar siswa dengan cara menghafal harus dihindari karena bukan itu esensi dari sebuah pengetahuan. Siswa sudah seharusnya mengkontruksi pengetahuan di benak mereka secara bermakna sehingga mereka dapat menerapkannya untuk kepentingan kehidupan mereka seperti untuk pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Sekolah

Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Sekolah


Isu yang berkembang luas tentang kualitas pendidikan saat ini adalah ketidakmampuan siswa dalam memcahkan persoalan (masalah) dalam kehidupan sehari-hari. Padahal ini sangat penting karena berorientasi jangka panjang, bukan semata selesai pada saat mereka berada dalam lingkungan sekolah. Setiap siswa yang memperoleh pengatahuan di bangku sekolah sudah seharusnya dapat menerapkan apa yang diperolehnya tersebut dalam kehidupan nyata mereka sehari-hari. Pengetahuan harusnya menjadi bekal hidup bagi mereka saat terjun di tengah-tengah masyarakat sebagai bagian dari masyarakat itu.

Muncullah kemudian sebuah paradigma baru dalam kegiatan pembelajaran di mana siswa diajak untuk berada dalam situasi alamiah. Menurut paradigma ini proses belajar siswa akan lebih bermakna jika mereka berada dalam situasi alamiah tersebut. Mereka tidak sekedar mengetahuinya saja, tetapi harus mengalami dan mempunyai pengalaman nyata akan proses belajarnya.

Paradigma inilah yang kemudian melahirkan pendekatan kontekstual dalam proses pembelajaran. Dalam bahasa aslinya, pembelajaran kontekstual disingkat dengan CTL (Contextual Teaching and Learning). Pada pendekatan ini, fasilitator pembelajaran dalam hal ini guru harus membantu siswa untuk menghubungkan antara pengetahuan yang sedang dipelajarinya dengan penerapannya di dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran yang dilakukan di kelas-kelas menjadi bermakna dan bermanfaat bagi siswa kelak. Jadi menurut pembelajaran yang mengakomodasi pendekatan kontekstual, guru bukan sekedar mentransfer pengetahuan. Bukan, guru bukan satu-satunya sumber informasi dan pengetahuan. Justru pengetahuan itu sebaiknya didapatkan dari beragam sumber yang difasilitasi oleh guru dalam KBMnya. Proses pembelajaran menjadi suatu bagian penting, tidak semata pada hasil belajar saja.

Thursday, March 20, 2014

Mengajarkan Siswa Menjadi Pebelajar dengan Pengaturan Diri (Self-Regulated Learning)

self regulated learning oleh si pebelajar mandiri

Mengajarkan Siswa Menjadi Pebelajar dengan Pengaturan Diri (Self-Regulated Learning)

Pentingkah menjadikan siswa kita menjadi pebelajar yang mampu mengatur bagaimana ia belajar (self-regulated learner)? Tentu penting sekali. Siswa yang mampu mengatur dirinya dalam hal belajar akan mampu menganalisis tugas-tugas yang diberikan oleh guru kepada mereka, kemudian mereka akan mampu menentukan tujuan pembelajaran mereka sendiri dalam belajar. Berikutnya, mereka, siswa-siswa dengan pengaturan belajar itu akan mampu menentukan strategi-strategi belajar apa yang diperlukan dan digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajarannya, kemudian memonitor (mengevaluasi) sendiri bagaimana pencapaiannya dalam belajar. Nah, luar biasa bukan jika siswa kita tampil sebagai seorang self regulated-learner (seorang pebelajar yang mampu mengatur bagaimana ia belajar). Kurikulum 2013, kurikulum yang baru diluncurkan pada beberapa sekolah sasaran di tahun 2013 lalu dan akan berlanjut ke sekolah-sekolah lainnya secara nasional pada tahun ajaran baru 2014/2015 nanti-pun juga mengamanatkan agar siswa dapat menjadi seorang pebelajar yang mampu mengatur bagaimana ia belajar, di mana salah satu cirinya adalah siswa sebagai pebelajar sepanjang hayat (lifelong learner). Baca tulisan sebelumnya tentang Pandangan Kurikulum 2013 dan Pebelajar Sepanjang Hayat di sini.

Baiklah, sekarang, blog penelitian tindakan kelas akan memberikan beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru (kita) agar siswa menjadi pebelajar yang mampu mengatur bagaimana dirinya belajar tadi. Yuk disimak.
Berikut ini adalah beberapa carauntuk menjadikan siswa seorang Self Regulated-Learner:

Bantu siswa untuk menganalisis tugas yang diberikan sehingga mereka mampu menentukan tujuan pembelajarannya sendiri secara tepat.


Seringkali siswa keliru dalam menafsirkan tugas yang diberikan oleh guru kepadanya. Misalnya saja, siswa kelas rendah lebih mengira bahwa gurunya sangat senang kalau ia lancar membaca, walaupun ia tidak mengerti apa makna kalimat-kalimat yang dibacanya. Akibatnya mereka cenderung membaca dengan cepat, bahkan dengan kata-kata yang salah-salah, agar kelihatan lancar. Padahal, penting mengajar anak kelas rendah membaca dengan memahami makna bacaan itu. Urusan kecepatan membaca adalah nomor dua setelah memahami makna bacaan.

Secara gamblang mengajari siswa menggunakan strategi-strategi belajar efektif.

Kita dapat mengajari siswa strategi-strategi belajar yang efektif digunakan untuk tujuan-tujuan belajar tertentu. Mengenai strategi belajar telah pernah dibahas sebelumnya di blog ini. Baca lebih lanjut mengenai Pengajaran Strategi Belajar (Learning Strategies) di sini. Dengan demikian siswa akan menguasai dan menemukan strategi belajar yang cocok digunakannya sesuai dengan situsi dan kondisi, misalnya strategi apa yang harus ia gunakan saat mempelajari soal-soal matematika, strategi apa yang harus ia gunakan saat diminta menghafal surat-surat pendek dalam Juzz Amma pada pelajaran pendidikan agama, lalu strategi apa yang harus ia gunakan saat belajar materi IPA.

Bantu siswa belajar memonitor perkembangan pribadinya dalam belajar (mencapai tujuan belajarnya).

Untuk ini guru dapat membantu mereka berlatih melakukan refleksi terhadap hasil belajar mereka masing-masing, mengevaluasi efektivitas strategi belajar yang telah mereka gunakan, memodifikasi strategi belajar tersebut bila perlu, dsb. Selain itu guru dapat membantu siswa dalam menilai performanya sendiri.

Demikian tulisan dari blog penelitian tindakan kelas kali ini, yaitu tentang Mengajarkan Siswa Menjadi Self Regulated Learning. Semoga bermanfaat untuk anda.

Saturday, November 9, 2013

Teori Motivasi

Teori Motivasi

Motivasi umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang terdapat di dalam diri seseorang yang dapat menstimulasi tingkah laku atau memicu munculnya suatu tindakan. Motivasilah yang membuat saat ini kita bertindak sebagaimana kita sekarang. Nah, untuk memahaminya, cobalah anda berpikir sejenak tentang apa yang telah membuat anda melakukan apa yang sedang anda lakukan sekarang ini.
definisi motivasi dalam kaitannya dengan belajar
definisi motivasi

Para ahli membedakan motivasi ke dalam 2 (dua) kategori utama, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Saat suatu tingkah laku dilakukan oleh seseorang karena sesuatu yang berasal dari dalam dirinya sendiri, misalnya minat dan rasa ingin tahunya, atau bahkan karena ia menikmatinya, maka motivasi ini dikategorikan sebagai motivasi intrinsik. Seseorang yang jauh-jauh pergi berkendaraan, kemudian berkemah di tepi sungai dan memancing karena begitu menikmati suasana sedemikian adalah contoh orang yang termotivasi secara intrinsik.

Berbeda sekali dengan apa yang disebut sebagai motivasi ekstrinsik, di mana pada motivasi jenis ini seseorang melakukan suatu tingkah laku karena adanya faktor yang bukan berasal dari dalam dirinya sendiri, tetapi lebih karena lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang dapat memicu munculnya motivasi ekstrinsik misalnya penghargaan dari orang lain, hukuman yang akan diterima apabila ia tidak melakukan sesuatu, atau tekanan sosial, dan sebagainya. Di dalam sebuah kelas, agar terbentuk komunitas belajar (learning community) yang efektif dan produktif, maka guru harus pandai menggunakan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran bagi siswa.

Berbagai teori tentang motivasi dan hubungannya dengan belajar siswa telah diajukan oleh para ahli psikologi pendidikan. Beberapa teori yang dimaksud antara lain teori penguatan (reinforcement theory), teori kebutuhan (needs theory), teori kognitif (cognitive theory), dan teori belajar sosial (social learning theory).


Baca juga:
Balikan (feedback dan hubungannya dengan motivasi belajar.
Cara mengukur minat dan motivasi belajar
Pembelajaran kooperatif dan motivasi belajar
Upaya untuk meningkatkan motivasi belajar

Komunitas Belajar (Learning Community) dan Kelas Anda

Komunitas Belajar (Learning Community) dan Kelas Anda

Blog penelitian tindakan kelas kali ini akan mencoba mengetengahkan tulisan mengenai learning community (komunitas belajar). Komunitas belajar adalah salah satu aspek penting yangharus ada dalam setiap kelas. Guru yang efektif akan mengupayakan agar di dalam pembelajaran yang dilaksanakannya terbentuk komunitas belajar yang efektif pula. Apakah komunitas belajar (learning community) itu dan bagaimanakah komunitas belajar bisa terbentuk? Berikut ulasannya untuk anda.

Karakteristik Learning Community

Komunitas belajar yang ada di dalam sebuah kelas pada sebuah kegiatan pembelajaran akan sangat berpengaruh pada keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, dan pada akhirnya pencapaian tujuan pembelajaran.Untuk mewujudkan sebuah komunitas belajar yang baik dan kohesif, di dalam sebuah kelas harus terdapat berbagai karakteristik positif seperti :
  • Hubungan antar individu yang saling peduli satu sama lain
  • Pengharapan guru yang tinggi akan hasil belajar siswa
  • Inkuiri (proses mencari tahu) yang produktif dalam belajar
  • Lingkungan belajar yang positif
Menciptakan komunitas belajar (learning community) bukanlah hal yang mudah bagi guru, akan tetapi ini harus dilakukan. Tidak ada proses kegiatan belajar yang baik yang dapat tercipta tanpa adanya komunitas belajar yang baik. Penciptaan kondisi sedemikian memerlukan berbagai tindakan dari guru apabila ia berharap semua upaya yang dilakukannya untuk membelajarkan siswa membuahkan hasil yang memuaskan.
Komunitas belajar (learning community) merupakan salah satu komponen penting dalam kelas efektif
Komunitas belajar itu merupakan salah satu komponen penting dalam kelas efektif

Komunitas Belajar (Learning Community) = Bergabungnya Individu-Individu Ke Dalam Kelompok?

John Deweypada tahun 1916 telah lama mengamati bahwa anak-anak akan belajar pada saat mereka berpartisipasi pada setting-setting sosial. Kemudian, beberapa dekade kemudian, Jerome Brunner (1996) menyatakan bahwa seseorang membuat makna (pengetahuan) berdasarkan hubungan-hubungan dan keikutsertaannya pada komunitas-komunitas atau budaya-budaya teertentu. Hal ini menunjukkan (berdasarkan hasil pengamatan kedua ahli tersebut), bahwa komunitas belajar menjadi salah satu aspek dalam belajarnya seseorang.

Mengingat kembali kerangka-kerangka hubungan antara individual-kelompok, yang merupakan hasil penelitian ahli psikologi sosial yang terkenal: Kurt Lewin (1939, dan 1956) serta beberapa koleganya, yang tertarik dengan bagaimana suatu kombinasi dari kebutuhan-kebutuhan manusia dan kondisi-kondisi lingkungan, akan dapat menjelaskan tingkah laku manusia. Getzels dan Thelan (1960) menerapkan pemikiran-pemikiran tersebut dalam bidang pendidikan. Mereka kemudian mengembangkan model dua dimensi untuk menerangkan bagaimana hubungan antara kebutuhan-kebutuhan siswa secara individual dengan kondisi kehidupan di dalam kelas. Dimensi pertama dari model tersebut mendeskripsikan bagaimana, pada sebuah kelas, terdapat siswa-siswa dengan motif-motif dan kebutuhan-kebutuhan yang berbeda. Perspektif ini dapat disebut sebagai dimensi individual dari kehidupan kelas. Dari perspektif ini tingkah laku kelas akan dihasilkan sebagai wujud dari kepribadian-kepribadian dan tingkah laku-tingkah laku semua siswa dan aksi-aksi mereka dalam upaya pemenuhan motif-motif dan kebutuhan-kebutuhan setiap individu.

Dimensi kedua dari model yang dikembangkan oleh Getzels dan Thelan ini menjelaskan bagaimana sebuah kelas eksis dalam kaitannya dengan peranan-peranan dan harapan-harapan pada suatu setting sebuah kelas untuk memenuhi tujuan dari suatu sistem (sekolah/kelas). Dimensi yang kedua ini disebut dimensi kelompok dari sebuah kelas. Dari perspektif ini, perilaku kelas ditentukan oleh norma (harapan) sekolah atau kelas. Kehidupan di dalam kelas, pada akhirnya ditentukan oleh siswa-siswa yang termotivasi secara individual dan respon guru kepada setiap siswa tersebut dalam sebuah setting sosial. Dengan demikian akhirnya akan terbentuk suatu komunitas belajar sehingga diperoleh lingkungan yang diinginkan yaitu menciptakan kelas yang termotivasi untuk belajar baik secara akademik maupun secara sosial.

Dalam kaitan dengan hal tersebut di atas, hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian guru adalah motivasi siswa untuk belajar. Motivasi menjadi salah satu faktor yang amat penting karena bila dibandingkan dengan kepribadian siswa ataupun karakter siswa, motivasi siswa untuk belajar ternyata bersifat sangat rapuh dan mudah berubah. Hari ini termotivasi, besok belum tentu.

Konsep tentang komunitas belajar adalah faktor terpenting dalam kehidupan sosial di kelas dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar. Berbeda dengan kumpulan individu, komunitas belajar adalah suatu setting di mana pada komunitas tersebut terdapat tujuan belajar yang sifatnya mutual (saling menguntungkan), dan menunjukkan adanya kepedulian terhadap pembelajaran dari setiap individu anggotanya. Komunitas belajar menjadi sebuah wadah yang akan mendorong terjadinya proses pembelajaran pada setiap anggotanya.

Demikian tulisan tentang komunitas belajar (learning community) yang seyogyanya selalu terbentuk di dalam kelas pada pembelajaran anda dari blog penelitian tindakan kelas. Semoga bermanfaat.

Sunday, December 23, 2012

10 Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Beyer (1988)

10 Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Beyer (1988)

Setelah sebelumnya blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com memposting artikel berjudul 10 definisi berpikir kritis, maka kali ini blog sederhana ini akan kembali mengulas keterampilan berpikir, yaitu tentang 10 keterampilan berpikir kritis. Beyer (1988) mengidentifikasi 10 keterampilan berpikir kritis yang dapat dipakai siswa untuk menilai kebenaran pernyataan atau argumen, memahami iklan, dan sebagainya, yaitu sebagai berikut:

  1. Membedakan mana fakta variabel dan pernyataan nilai.
  2. Membedakan informasi, pernyataan, atau alasan yang relevan, dari pernyataan atau alasan yang tidak relevan.
  3. Menentukan apakah suatu fakta pernyataan itu tepat atau tidak.
  4. Menentukan apakah suatu sumber kredibel atau tidak.
  5. Mengidentifikasi argumen atau pernyataan yang ambigu (menyesatkan dan bermakna ganda).
  6. Mengidentifikasi asumsi-asumsi yang tidak secara langsung dinyatakan (tersirat).
  7. Mendeteksi adanya prasangka.
  8. Mengidentifikasi kesalahan logika.
  9. Mengidentifikasi tidak adanya konsistensi logika dalam suatu garis pemikiran atau ide.
  10. Menentukan kekuatan argumen atau pernyataan.

Perlu diperhatikan bahwa ke-10 keterampilan di atas bukanlah suatu urutan atau tahapan, tetapi lebih pada kemungkinan-kemungkinan cara yang dapat dipakai siswa untuk melakukan pendekatan terhadap suatu informasi untuk mengevaluasi apakah informasi tersebut betul atau dapat dipercaya, atau sebaliknya.

Artikel lainnya tentang keterampilan berpikir kritis:

10 Definisi Berpikir Kritis

10 Definisi Berpikir Kritis

Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan tingkat tinggi yang sangat penting diajarkan kepada siswa selain keterampilan berpikir kreatif. Apa itu berpikir kritis? Berikut ini disajikan 10 buah definisi mengenai berpikir kritis (keterampilan berpikir kritis).
  1. Definisi berpikir kritis menurut Ennis (1962) : Berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan.
  2. Definisi berpikir kritis menurut Beyer (1985) : Berpikir kritis adalah kemampuan (1) menentukan kredibilitas suatu sumber, (2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan, (3) membedakan fakta dari penilaian, (4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, (5) mengidentifikasi bias yang ada, (6) mengidentifikasi sudut pandang, dan (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan.
  3. Definisi berpikir kritis menurut Mustaji (2012): Berpikir kristis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Berikut adalah contoh-contoh kemampuan berpikir kritis, misalnya (1) membanding dan membedakan, (2) membuat kategori, (2) meneliti bagian-bagian kecil dan keseluruhan, (3) menerangkan sebab, (4) membuat sekuen / urutan, (5) menentukan sumber yang dipercayai, dan (6) membuat ramalan.
  4. Definisi berpikir kritis menurut Walker (2006) :Berpikir kritis adalah suatu proses intelektual dalam pembuatan konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan atau mengevaluasi berbagai informasi yang didapat dari hasil observasi, pengalaman, refleksi, di mana hasil proses ini diguanakan sebagai dasar saat mengambil tindakan.
  5. Definisi berpikir kritis menurut Hassoubah (2007):Berpikir kritis adalah kemampuan memberi alasan secara terorganisasi dan  mengevaluasi kualitas suatu alasan secara sistematis.
  6. Definisi berpikir kritis menurut Chance (1986) :Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis fakta, mencetuskan dan menata gagasan, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, menarik kesimpulan, mengevaluasi argumen dan memecahkan masalah.
  7. Definisi berpikir kritis menurut Mertes (1991) :Berpikir kritis adalah sebuah proses yang sadar dan sengaja yang digunakan untuk menafsirkan dan mengevaluasi informasi dan pengalaman dengan sejumlah sikap reflektif dan kemampuan yang memandu keyakinan dan tindakan.
  8. Definisi berpikir kritis menurut Paul (1993) :Berpikir kritis adalah mode berpikir – mengenai hal, substansi atau masalah apa saja – di mana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya.
  9. Definisi berpikir kritis menurut Halpern (1985) :Berpikir kritis adalah pemberdayaan kognitif dalam mencapai tujuan.
  10. Definisi berpikir kritis menurut Angelo (1995):Berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenali permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan serta mengevaluasi.

Daftar Pustaka:


Ennis, Robert H. 1962. A concept of critical thinking. Harvard Educational Review, Vol 32(1), 81-111.

Beyer, Barry K. (1985). Critical Thinking. Phi Delta Kappa, 408 N. Union, P.O. Box 789, Bloomington, IN 47402-0789.

Mustaji (2012). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran. Tersedia online: http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-berpikir-kritis-dan-kreatif-dalam-pembelajaran diakses tanggal 23-12-2012.

Hossoubah,  Z. (2007). Develoving Creative and Critical Thinking Skills (terjemahan) . Bandung: Yayasan Nuansa Cendia.

Chance, P. (1986). Thinking in the classroom: A survey of programs. New York: Teachers College, Columbia University.

Mertes (1991). Thinking and Writing. Middle School Journ. 22: 24-25.

Halpern, Diane F. (1989). Thought and knowledge: An introduction to critical thinking (2nd ed.). Hillsdale, NJ, England: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. xvii 517 pp.

Angelo, Thomas A. & Cross, Patricia (1995). Classroom Assessment Techniques: A Handbook for College Teachers, 2nd edition.

Paul, Richard (1993).Critical Thinking: How to Prepare Students for a Rapidly Changing World. Foundation for Critical Thinking.

Walker, Paul & Finney, Nicholas. (1999). Skill Development and Critical Thinking in Higher Education. Higher Education Research & Development Unit, University College, London WC1E 6BT, UK

Artikel lainnya tentang Berpikir Kritis:

Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Friday, December 21, 2012

Prinsip-Prinsip Psikologi yang Berpusat pada Siswa : Faktor Kognisi dan Metakognisi

Prinsip-Prinsip Psikologi yang Berpusat pada Siswa (Student Centered Learning)

Menurut APA (American Psychological Association, 1997) ada 14 prinsip psikologi yang berpusat pada siswa terkait faktor kognisi (kognitif) dan metakognisi (metakognitif), yaitu:
  1. Hakikat Proses Pembelajaran

    Pembelajaran pokok bahasan yang rumit akan sangat efektif apabila hal itu merupakan proses yang intensional untuk membentuk makna dari informasi dan pengalaman.
  2. Tujuan Proses Pembelajaran

    Siswa yang berhasil, dari waktu ke waktu dan dengan panduan pembelajaran bermakna (meaningful learning) , akan dapat menciptakan penyajian pengetahuan yang bermakna dan koheren.
  3. Konstruksi Pengetahuan

    Siswa yang berhasil dapat menciptakan hubungan informasi baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya sebelumnya dengan cara bermakna.
  4. Pemikiran Strategis

    Siswa yang berhasil dapat menciptakan dan menggunakan persediaan strategi pemikiran dan penalaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang rumit.
  5. Pemikiran Tentang Pemikiran

    Strategi tingkat tinggi untuk memilih dan memantau cara kerja pikirannya sendiri, sehingga mempermudah munculnya pemikiran yang kreatif dan kritis.
  6. Konteks Pembelajaran

    Pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, termasuk budaya, teknologi, dan praktek pembelajaran.
  7. Pengaruh Motivasi dan Emosi Terhadap Pembelajaran

    Apa dan berapa banyak yang dipelajari dipengaruhi oleh motivasi. Motivasi belajar selanjutnya akan dipengaruhi keadaan emosi, keyakinan, minat, dan tujuan, dan kebiasaan berpikir seseorang.
  8. Motivasi Intrinsik Untuk Belajar

    Kreativitas, pemikiran tingkat tinggi dan keingintahuan alami siswa, semuanya mempunyai peranan terhadap motivasi untuk belajar. Motivasi intrinsik dirangsang oleh tugas-tugas yang sangat baru dan sulit, relevan bagi minat pribadi, dan memungkinkan pilihan, serta pengendalian pribadi.
  9. Dampak Motivasi Pada Upaya Belajar

    Perolehan pengetahuan dan kemampuan yang rumit memerlukan upaya siswa yang luas dalam latihan terbimbing. Tanpa motivasi siswa untuk belajar, kesediaan melakukan upaya ini tidak akan mungkin tanpa paksaan.
  10. Pengaruh Perkembangan Terhadap Pembelajaran

    Ketika setiap siswa berkembang, mereka berhadapan dengan peluang-peluang berbeda dan mengalami hambatan-hambatan yang berbeda untuk pem,belajaran. Pembelajaran akan paling efektif apabila perkembangan yang berbeda di dalam dan seluruh ranah fisik, intelektual, emosi, dan sosial dipertimbangkan.
  11. Pengaruh Sosial Terhadap Pembelajaran

    Pembelajaran dipengaruhi oleh interaksi sosial, hubungan antar pribadi dan komunikasi dengan orang lain.
  12. Perbedaan Individu dalam Pembelajaran

    Siswa mempunyai strategi, pendekatan, dan kemampuan yang berbeda untuk pembelajaran sebagai fungsi dari pengalaman dan warisan sebelumnya.
  13. Pembelajaran dan Keberagaman

    Pembelajaran akan paling efektif apabila perbedaan latar belakang bahasa, budaya, dan sosial siswa dipertimbangkan.
  14. Standar dan Penilaian

    Penentuan dengan tepat standar penilaian yang tinggi dan menantang adalah bagian integral dariproses pembelajaran tersebut.

Thursday, November 29, 2012

4 Pandangan Tentang Motivasi belajar

4 Pandangan Tentang Motivasi belajar

Ada 4 pandangan utama dalam hal kajian tentang motivasi belajar. keempat pandangan ini mewakili teori belajar masing-masing. Berikut adalah keempat pandangan utama tentang motivasi belajar tersebut, disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel Perbandingan 4 Pandangan Teori Belajar tentang Motivasi Belajar


Teori Belajar / Teori Motivasi Sumber Motivasi Faktor yang Berpengaruh Ahli Motivasi
Behavioral / Tingkah Laku Penguatan ekstrinsik penguatan, reward (penghargaan), insentif, hadiah,dan hukuman Skinner
Humanistik Penguatan intrinsik Kebutuhan akan percaya diri, pemuasan diri, aktualisasi diri Maslow, Deci
Kognitif Penguatan intrinsik Rasa percaya, keyakinan, atribusi sukses dan gagal, harapan Weiner, Covington
Pembelajaran Sosial Penguatan ekstrinsik dan penguatan intrinsik nilai tujuan, harapan untuk mencapai tujuan Bandura


Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir kritis adalah salah satu dari keterampilan berpikir tingkat tinggi. Katerampilan berpikir kritis banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, karenanya, mempelajari keterampilan berpikir kritis bagi siswa, atau mengajarkan keterampilan berpikir kritis bagi guru sangat penting. Berpikir kritis adalah mengevaluasi konklusi-konklusi (kesimpulan-kesimpulan) berdasarkan pengujian terhadap suatu masalah, kejadian, atau pemecahan masalah secara logis dan sistematis.

Para ahli psikologi menganggap kajian tentang keterampilan berpikir kritis amat menarik dan penting untuk dipelajari. Hingga kini ada banyak pendapat dan gagasan tentang bagaimana sebaiknya cara mengajarkan keterampilan berpikir kritis ini untuk siswa. Untuk lebih memahami apa itu keterampilan berpikir kritis, mungkin contoh-contoh dan tingkatan keterampilan berpikir kritis yang disajikan pada tabel di bawah ini dapat bermanfaat untuk anda.

Tabel Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Tingkatan/Jenis Keterampilan Berpikir Kritis

Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Mendefinisikan dan Mengklarifikasi Masalah
  1. Mengidentifikasi isu sentral atau masalah. 
  2. Mengkomparasi persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. 
  3. Menentukan manakah informasi yang relevan. 
  4. Memformulasi pertanyaan-pertanyaan dengan tepat.
Menentukan Informasi-Informasi yang Relevan dengan Masalah
  1. Membedakan antara fakta, opini, dan keputusan logis. 
  2. Mengecek konsistensi. 
  3. Mengenali stereotip dan klise. 
  4. Mengenali bias, faktor-faktor emosional, propaganda, dan istilah semantik. 
  5. Mengenali nilai sistem dan ideologi yang berbeda.
Menyelesaikan Masalah / Menggambarkan Konklusi
  1. Mengenali ketepatan data. 
  2. Memprediksi kemungkinan-kemungkinan konsekuensi

Perbedaan Memori Jangka Pendek dan memori Jangka Panjang

Perbedaan Memori Jangka Pendek dan memori Jangka Panjang 

Setelah tulisan sebelumnya membahas tentang 3 jenis pengetahuan pada teori pemrosesan informasi, kali ini blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com kembali mencoba menggali lebih dalam tentang teori tersebut (teori pemrosesan informasi). Tulisan kali ini membahas tentang sistem memori pada teori tersebut. Menurut teori pemrosesan informasi, pengolahan informasi mengambil tempat pada sistem penyimpanan memori, yaitu memori jangka pendek (short term memory) dan memori jangka panjang (long term memory).

Memori jangka pendek (short term memory) adalah memori kerja, yang berfungsi menyimpan informasi untuk sementara dalam jumlah yang terbatas. Sedangkan memori jangka panjang (long term memory) adalah tempat penyimpanan pengetahuan (informasi) secara permanen. Agar lebih jelasnya, cermati tabel perbedaan memori jangka pendek dan memori jangka panjang berikut.

Tabel Perbedaan Memori Jangka Pendek dan Memori Jangka Panjang

Jenis Memori

Memori Jangka Pendek

Memori Jangka Panjang/Tertentu

Input / Masukan Sangat cepat Relatif lambat
Kapasitas Terbatas Praktis tidak terbatas
Durasi Sangat cepat, 20 - 30 detik Praktis tidak terbatas
Isi Kata-kata, gambar-gambar, ide-ide, kalimat-kalimat Jaringan proposisi, skemata, produksi-produksi pemikiran, gambaran-gambaran, episodik
Pengambilan Kembali / Retrieval Langsung Bergantung representasi dan pengorganisasian

Jenis-Jenis Pengetahuan Menurut Teori Pemrosesan Informasi

Jenis-Jenis Pengetahuan Menurut Teori Pemrosesan Informasi

Teori pemrosesan informasi adalah teori di bidang psikologi pendidikan yang sangat pesat perkembangannya. Dalam menjelaskan bagaimana informasi dapat diterima dan diolah oleh siswa atau peserta didik, teori pemrosesan informasi seringkali menyebut bahwa ada 3 jenis pengetahuan. Ketiga jenis pengetahuan itu adalah: (1) pengetahuan deklaratif; (2) pengetahuan prosedural; dan (3) pengetahuan kondisional. Untuk lebih memahami apa perbedaan dari ketiga jenis pengetahuan itu ikutilah paparan berikut.

Pengetahuan deklaratif adalah jenis pengetahuan dalam bentuk informasi verbal seperti fakta-fakta; pengetahuan akan sesuatu hal. Pengetahuan prosedural adalah jenis pengetahuan yang dapat didemonstrasikan saat menyelesaikan suatu masalah atau melakukan suatu tugas, atau dengan kata lain "mengetahui bagaimana...". Sedangkan pengetahuan kondisional adalah jenis pengetahuan akan "mengetahui tentang kapan dan mengapa" menggunakan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Agar lebih jelas perhatikan tabel di bawah ini yang mencontohkan bagaimana ketiga jenis pengetahuan tersebut:

Jenis Pengetahuan

Pengetahuan Secara Umum

Pengetahuan Pada Bidang Khusus/Tertentu

Pengetahuan Deklaratif

  • Waktu perpustakaan buka/masih buka
  • Aturan grammar
  • Definisi metabolisme 
  • Baris-baris puisi"Aku"

Pengetahuan Prosedural

  • Bagaimana menggunakan program microsoft word. 
  • Bagaimana mengemudikan mobil
  • Bagaimana menyelesaikan persamaan redoks. 
  • Bagaimana menghitung massa jenis suatu zat

Pengetahuan Kondisional

  • Kapan berhenti menggunakan suatu cara ketika mengalami kegagalan dan mencoba menggunakan cara lain. 
  • Kapan harus membaca secara cepat (skimming) dan kapan harus membaca perlahan dan hati-hati
  • Kapan harus menggunakan suatu rumus tertentu dalam menghitung volume. 
  • Kapan bergegas secepat kilat menuju net dan memukul shuttlecock untuk memberikan smash

Thursday, November 22, 2012

Perbedaan Antara Teori Piaget dan teori Vygotsky tentang Egosentris dan Bicara Sendiri

Perbedaan Antara Teori Piaget dan teori Vygotsky tentang Egosentris dan Bicara Sendiri

Membicarakan psikologi pendidikan dan aspek-aspek yang dipelajari di dalamnya memang sangat menarik. Salah satunya adalah bila kita mencoba mendalami tentang teori Piaget dan teori Vygotsky. Berkaitan dengan perkembangan kognitif, dua ahli terkenal di bidang ini, yaitu Piaget dan Vygotsky mempunyai perbedaan pendapat tentang bagaimana egosentris dan bicara terhadap diri sendiri pada anak. Tabel di bawah ini menunjukkan bagaimana teori belajar yang dikemukakan oleh Piaget berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh Vygotsky, berkaitan dengan perkembangan kognitif. Perbedaan kedua teori mencakup hal-hal yang berkaitan dengan egosentris dan bicara sendiri pada anak-anak.
perbedaan teori vygotsky dan teori piaget
Egosentris?

Tabel Perbedaan Teori Piaget dan teori Vygotsky tentang Egosentris dan Bicara Sendiri (Self Talk)

PembedaTeori PiagetTeori Vygotsky
Signifikansi PerkembanganMerupakan ketidakmampuan untuk mengambil perspektif orang lain dan terlibat dalam komunikasi timbal balik.Merupakan pemikiran eksternal, fungsinya adalah untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dengan tujuan  untuk bimbingan diri sendiri dan pengarahan diri sendiri.
Proses PerkembanganBerkurang dengan bertambahnya usia.Bertambah pada usia yang lebih muda dan kemudian secara bertahap lenyap secara audial sehingga menjadi pemikiran verbal internal.
Hubungan dengan Bicara SosialNegatif; anak yang kurang bersosialisasi dan matang secara kognitif  menggunakan lebih banyak bicara egosentris.Positif, bicara sendiri mengembangkan kemampuan sosial anak dengan orang lain.
Hubungan dengan Konteks Lingkungan-Bertambah dengan semakin rumitnya tugas. Bicara sendiri membantu fungsi pembimbingan diri sendiri pada situasi di mana upaya kognitif dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan.

Tuesday, August 21, 2012

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Anak

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Anak

Menurut Piaget, perkembangan kognitif yang terdiri dari 4 periode sebagaimana telah ditulis pada postingan sebelumnya di blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com ini sebelumnya, dipengaruhi oleh paling tidak 4 (empat) faktor. Kelima faktor tersebut adalah sebagai berikut:

#1 KEMATANGAN
Kematangan perkembangan sistem saraf pusat, otak, koordinasi motorik, perubahan fisiologis dan anatomis sangat berpengaruh pada perkembangan kognitif seorang anak.

#2 PENGALAMAN FISIK
Bila seorang anak berinteraksi dengan lingkungannya, maka anak tersebut akan memperoleh pengalaman fisik. Pengalaman fisik ini memungkinkan anak mengembangkan aktivitas dan gaya otak sehingga mereka akan mentransfernya ke dalam bentuk suatu gagasan atau ide. Pengalaman fisik ini kemudian dapat mereka kembangkan menjadi logika matematika. Pengalaman fisik dapat berasal dari kegiatan seperti meraba, memegang, melihat, mendengar, sehingga berkembang menjadi kegiatan berbicara, membaca, dan berhitung.

#3 PENGALAMAN SOSIAL
Ketika anak melakukan interaksi sosial, maka mereka akan memperoleh pengalaman sosial. Interaksi sosial bisa dalam bentuk bertukar gagasan atau pendapat dengan orang lain, percakapan dengan teman sebaya, perintah yang diberikan orang yang lebih tua atau dewasa, membaca, atau bentuk kegiatan lainnya. Bila anak berinteraksi dengan orang lain, maka secara perlahan-lahan sifat egosentris mereka akan berkurang. Mereka akan mulai menyadari bahwa suatu gejala dapat didekati dan dimengerti dengan berbagai cara. Melalui diskusi dengan orang lain, anak akan memperoleh pengalaman mental yang bagus. Lalu, dengan pengalaman mental inilah otak mereka dapat bekerja dengan cara-cara baru untuk menyelesaikan masalah. Pengalaman sosial juga sangat dibutuhkan oleh anak untuk mengembangkan konsep-konsep penting seperti kejujuran, etika, moral, kerendahan hati, dsb.

#4 KESEIMBANGAN
Untuk mencapai suatu tingkatan kognitif tertinggi, maka anak memerlukan keseimbangan. Sebuah keseimbangan akan dapat mereka capai melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah suatu proses yang berkaitan dengan pemerolehan informasi dari lingkungan dan menggabungkannya dengan bagan struktur konsep yang telah mereka miliki. Sedangkan proses akomodasi di sini berkaitan dengan proses pemodifikasian bagan struktur konsep untuk menerima informasi baru. Dalam prosesnya, suatu stimlus yang didapat anak dari lingkungan dapat mengganggu suatu keseimbangan, tetapi dengan suatu respon anak dapat mengembalikan keseimbangan, yaitu melalui kedua proses tersebut di atas: asimilasi dan akomodasi.

#5 ADAPTASI
Anak, sebagai hasil adaptasi dengan lingkungannya, akan secara progresif menunjukkan interaksi dengan lingkungan secara lebih rasional.

Perkembangan Kognitif (Intelektual) Anak

Tinjauan Umum

Mengenali siapa anak didik kita, dan berada pada tingkatan/ tahapan kognitif mana mereka amatlah penting. Pembelajaran yang dilaksanakan seorang guru tid k akan efektif apabila ia samasekali buta tentang karakteristik peserta didiknya. Tulisan di blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com kali ini mencoba mengangkat tentang karakteristik peserta didik/ anak ditinjau dari aspek perkembangan kognitifnya.

Jean Piaget adalah seorang ahli psikologi yang berasal dari Swiss. Hasil penelitiannya amat populer dan menjadi landasan teori kognitif. Pada dasarnya Piaget membagi perkembangan kognitif/ intelektual/ mental anak ke dalam empat (4) periode, yaitu: (1) tahap sensori-motor; (2) tahap pra-operasional; (3) tahap operasional konkret; dan (4) tahap operasional formal.

Tahapan perkembangan kognitif sebagaimana perkembangan fisik selalu mengikuti tahapan perkembangan yang ada. Hanya saja irama perkembangan dan kecepatannya berbeda-beda pada masing-masing anak. Interval umur yang diberikan oleh Piaget seperti tercantum pada tabel di bawah hanyalah berupa acuan umum saja. Berikut perincian dari keempat periode/ tahapan perkembangan kognitif anak tersebut:

Tabel Tahapan Perkembangan Kognitif (Intelektual) Anak


Periode Sifat-sifat Perubahan yang tampak

1. sensori-motor (0 -2 tahun)

Stimulus bound, dimana anak berinteraksi dengan stimulus dari luar. Lingkungan dan waktu terbatas, kemudian berkembang sampai dapat berimajinasi. Konsep tentang benda berkembang, mengembangkan tingkah laku baru, kemampuan untuk meniru. Ada usaha untuk berpikir. Gerakan tubuh merupakan aksi dari refleks, merupakan eksperimen dengan lingkungannya.

2. pra-operasional (2 – 7 tahun)

Belum sanggup melakukan operasi mental. Belum dapat membedakan antara permainan dengan kenyataan, atau belum dapat mengembangkan struktur rasional yang cukup. Masa transisi antara struktur sensori motor ke berpikir operasional. Sifat egosentris baru akan berkembang bila anak banyak berinteraksi sosial. Konsep tentang ruang dan waktu mulai bertambah. Bahasa mulai dikuasai.

3. operasional konkret (7 – 11 tahun)

Berpikir konkret, karena daya otak terbatas pada objek melalui pengamatan langsung. Dapat mengembangkan operasi mental, seperti menambah, mengurangi. Mulai mengembangkan struktur kognitif berupa ide atau konsep. Melakukan operasi logika dengan pola berpikir masih konkret. Tidak egosentris lagi. Berpikir tentang objek yang berhubungan dengan berat, warna, dan susunan. Melakukan aktivitas yang berhubungan dengan objek. Membuat keputusan logis.

4. operasional formal (11 tahun ke atas)

Pola berpikir sistematis, meliputi proses yang komplek. Pola berpikir abstrakdengan mempergunakan logika matematika. Pengertian tentang konsep waktu dan ruang telah meningkat secara signifikan. Anak telah mengerti tentang pengertian tak terbatas, alam raya dan angkasa luar.

Monday, August 6, 2012

Kondisi dan Asas tentang Belajar

Kondisi dan Asas Belajar

Pembelajaran yang efektif ditandai dengan adanya suatu proses belajar. Proses belajar dapat dikatakan terjadi apabila seseorang setelahnya mengetahui atau dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui atau tidak dapat dilakukannya. Jadi hasil belajar  akan terlihat dengan adanya tingkah laku baru pada tingkat kemampuan berpikir atau tingkat kemampuan jasmaniah.

Tujuan suatu proses perancangan pembelajaran adalah membantu terjadinya proses belajar, maka guru harus menyadari dan memanfaatkan kondisi-kondisi dan asa-asas yang  telah terbukti mendukung terjadinya proses belajar tersebut dengan baik. Setiap teori belajar (misalnya teori kognitif dan behaviorisme (tingkah laku)) didasarkan pada sejumlah bukti yang telah dikumpulkan berdasarkan banyak hasil pengamatan dan eksperimen. Ada beberapa kesamaan, dan ada pula perbedaan di antara kedua teori besar tersebut sebagaimana telah kami tulis sebelumnya di blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com ini (Perbedaan berbagai Teori Belajar). Nah, berikut ini kami sajikan beberapa kondisi dan asas belajar yang penting menurut kedua teori belajar tersebut, terkait proses perancangan pembelajaran.

Persiapan sebelum belajar

Sebelum mengikuti suatu pelajaran, siswa-siswa seharusnya telah menguasai pengetahuan prasyarat. Kalau pengetahuan prasyarat belum dikuasai dengan baik, seringkali belajar menjadi tidak bermakna sama sekali. Mereka hanya belajar dengan menghafal saja tanpa terjadi perubahan tingkah laku apapun. Dan dijamin, dalam waktu singkat, apa yang baru saja dibelajar kepada mereka akan hilang dari memori.

Tujuan Pembelajaran

Besar kemungkinan proses belajar akan berhasil dengan baik apabila tujuan pembelajaran dinyatakan dengan jelas pada awal pembelajaran atau pokok bahasan. Dengan demikian, siswa dapat memperoleh informasi yang lebih banyak dan mengingatnya dalam jangka waktu yang lebih lama apabila sasaran belajar ditulis secara cermat dan tersusun secara bersistem.

Susunan bahan ajar

Proses pembelajaran pada siswa dapat ditingkatkan apabila bahan ajar atau tata cara yang akan dipelajari oleh mereka tersusun dalam urutan yang bermakna. Kemudian, bahan pembelajaran itu harus disajikan kepada siswa dalam beberapa bagian. Banyak sedikitnya tergantung pada urutan, kerumitan, dan tingkat kesulitannya. Susunan bahan ajar yang baik dapat membantu siswa menggabungkan dan memadukan pengetahuan atau tata cara/proses melakukan sesuatu secara pribadi dan mandiri.

Perbedaan antar individu

Harus diingat bahwa setiap siswa adalah individu yang unik. Mereka belajar dengan kecepatan yang berbeda-beda. Pengajaran kelompok dapat menguntungkan untuk tujuan-tujuan pembelajaran tertentu dan lebih disuaki oleh beberapa siswa. Tetapi adakalanya, siswa belajar dengan lebih baik bila mereka diberikan kebebasan menggunakan cara-cara atau metode yang dapat memuaskan jiwa mereka, menggunakan bahan yang sesuai, menurut kecepatan masing-masing.

Motivasi belajar

Proses pembelajaran pada diri seseorang hanya akan terjadi jika ada kemauan dari si pebelajar. Kemauan dan keinginan untuk belajar mempersyaratkan adanya motivasi. Keinginan sedemikian akan muncul apabila (a) pengajaran dipersiapkan  dengan baik sehingga dirasakan penting dan menarik oleh siswa; (b) tersedia berbagai pengalaman belajar; (c) siswa mengetahui bahwa bahan yang akan dipelajari akan dapat digunakan/bermanfaat sesegera mungkin; (d) adanya pengakuan terhadap keberhasilan belajar.

Sumber belajar

Jika beragam sumber belajar yang tersedia dipilih dan dipilah dengan bijak maka dapat diasumsikan proses pembelajaran pada siswa akan berhasil dengan baik.

Keikutsertaan dalam kegiatan belajar

Supaya proses pembelajaran berlangsung, maka setiap siswa harus dapat memaknai informasi yang diberikan, bukan sekedar disuapi saja. Mengikuti kegiatan pembelajaran secara aktif akan meningkatkan kualitas pembelajaran mereka. Baca: Kelebihan Pembelajaran Aktif (Active Learning).

Balikan saat belajar

Motivasi belajar dapat ditingkatkan dengan cara memberikan balikan. Balikan (feed back) dapat diberikan kepada siswa dengan secara berkala memberitahukan seberapa jauh kemajuan mereka dalam belajar. Balikan akan memperkuat pemahaman dan kinerja yang benar, memberitahukan kesalahan, dan memperbaiki proses belajar yang salah.

Penguatan saat pembelajaran

Dengan memperoleh balikan (feed back) sebagaimana disebutkan di atas, tentang jawaban dan tindakan yang dipandang berhasil, siswa akan terdorong untuk meneruskan kegiatan belajarnya. Kegiatan belajar yang didorong oleh keberhasilan menimbulkan kepuasan dan rasa percaya diri. Penguatan positif yang diberikan cenderung akan menyebabkan siswa mengulang kembali perilaku belajarnya yang positif.

Latihan dan Pengulangan

Supaya fakta dan keterampilan, atau konsep yang telah dipelajari menjadi bagian yang kuat pada diri siswa, maka perlu adanya latihan dan pengulangan. Pengulangan dan latihan  akan membantu guru menjamin bahwa pengetahuan atau perilaku yang telah diperoleh dari proses belajar akan melekat pada diri mereka.

Urutan kegiatan belajar

Tugas atau tatacara yang rumpil dapat dipelajari dengan lebih efektif apabila peragaan dan latihan diberikan secara terpadu. Pelatihan tersebut dimaksudkan untuk melatihkan bagian-bagian dari tugas atau tata cara tersebut.

Penerapan hasil belajar

Hasil penting dari kegiatan belajar adalah kemampuan menerapkan hasil belajar tersebut pada situasi baru. Apabila siswa tidak dapat melakukan hal ini, berarti mereka belum belajar dengan baik. Guru sebaiknya memberikan kesempatan khusus kepada siswa untuk menerapkan hasil pembelajarannya.

Sikap guru saat pembelajaran

Sikap positif yang diperlihatkan oleh guru baik pada materi pelajaran, siswa, metode yang digunakan, akan mempengaruhi motivasi siswa secara langsung.

Saturday, July 28, 2012

Memahami Teori Kognitif

Teori Kognitif Piaget dan Vygotsky

Tulisan tentang memahami teori belajar kognitif ini dibuat untuk melengkapi tulisan sebelumnya yang berjudul Perbedaan berbagai teori Belajar. Tujuannya adalah agar pemahaman kita (guru) tentang berbagai teori-teori belajar dan perbedaan setiap teori-teori tersebut semakin baik.

Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang disusun berdasarkan proses-proses berpikir seseorang yang terjadi di belakang peilaku seseorang. Perubahan perilaku seseorang dapat diamatidan digunakan sebagai penanda tentang apa yang terjadi pada pikiran (otak) orang tersebut.

Tentang Teori Kognitif

Tokoh-tokoh yang melahirkan teori belajar kognitif adalah Jean Piaget dan Lev Vygotski. Menurut teori belajar ini, semua gagasan dan citraan (image)seseorang diwakili oleh suatu struktur mental yang disebut skema. Struktur mental yang disebut skema ini akan menentukan bagaimana data dan informasi yang diterima seseorang dipahami. Ada dua kemungkinan yang terjadi: (1) bila informasi yang diterima sesuai dengan skema yang telah dimiliki, maka informasi itu dapat diterima dan diserap; (2) bila informasi yang diterima tidak sesuai dengan skema yang telah dimiliki, maka hal yang terjadi adalah, informasi tersebut ditolak, atau diubah, atau disesuaikan dengan skema, atau bisa juga skema yang telah ada diubah dan disesuaikan dengan informasi tsb.

Teori belajar kognitif juga menyatakan bahwa proses belajar seseorang melibatkan penggabungan-penggabungan (associations), yang dibagun melalui keterkaitan atau pengulangan. Sehingga para ahli teori belajar kognitif juga mengakui pentingnya penguatan (reinforcement). Mereka menekankan pentingnya pemberian umpan balik (balikan/feedback) kepada tanggapan-tanggapan yang benar dari pebelajar sebagai bentuk pendorong (motivasi).

Sebenarnya teori kognitif menerima sebagian ide teori belajar behavioristik (perubahan tingkah laku). Walaupun demikian, menurut teori kognitif, belajar merupakan pelibatan penguasaan atau penataan kembali skema (struktur kognitif) yang merupakan tempat seseorang memproses dan menyimpan informasi.

Poin Kunci Teori Kognitif

Untuk lebih jelas, perhatikan beberapa poin kunci teori belajar kognitif berikut ini:
  • Semua gagasan dan citraan (image) diwakili dalam struktur kognitif yang disebut skema.
  • Jika informasi sesuai dengan skema yang sudah ada, maka informasi akan diterima.
  • Jika informasi tidak sesuai skema yang sudah ada, maka informasi diubah/disesuaikan, atau skema diubah/disesuaikan.
  • Belajar merupakan pelibatan penguasaan atau penataan kembali struktur kognitif.
Terima kasih telah membaca artikel Memahami Teori Kognitif dari blog Penelitian Tindakan Kelas. Semoga bermanfaat.

Perbedaan Berbagai Teori Belajar


3 Teori Belajar

Blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com kali ini akan menguraikan berbagai perbedaan teori belajar yang digunakan dalam pembelajaran di sekolah. Setelah membaca tulisan ini, mudah-mudahan kita semua bisa membedakan berbagai teori belajar dalam pembelajaran. Paling tidak, di dalam dunia pendidikan kita dikenal ada 3 teori belajar yang sangat berpengaruh yaitu:
  • teori belajar behavioristik (teori belajar tingkah laku);
  • teori belajar kognitif;
  • teori belajar konstruktivis (teori belajar konstruktif). 

Perbedaan ketiga teori belajar


Perbedaan Teori Belajar Behavioristik, Teori Belajar Kognitif, dan Teori Belajar Konstruktivis
Aspek Behavioristik Kognitif Konstruktivis
Tokoh Pavlov (1849-1936), Watson (1878-1958), Thorndike (1874-1949), Skinner (1904-1990) Jean Piaget, Lev Vygotski Schuman (1996), Merril (1991), Smorsganbord (1997), Gagne, Bloom, Clark.
Dasar Pemikiran Perubahan tingkah laku Proses berpikir dibalik tingkah laku Pengetahuan dibangun secara aktif
Kekuatan Siswa difokuskan pada tujuan yang jelas sehingga dapat menanggapi secara otomatis. Contoh: Siswa mampu menjelaskan sifat-sifat zat cair, maka diharapkan siswa mampu menjawab pertanyaan tentang sifat-sifat zat cair Penerapan teori kognitif bertujuan untuk melatih siswa agar mampu mengerjakan tugas dengan cara yang sama dan konsisten. Contoh: Cara belajar siswa berbeda-beda, mereka perlu secara rutin dilatih untuk mencapai cara umum yang tepat. Siswa diajak untuk memahami dan menafsirkan kenyataan dan pengalaman yang berbeda, supaya mereka lebih mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata. Contoh: Bila siswa dapat menyelesaikan masalah dengan berbagai cara, maka siswa akan terlatih untuk menerapkannya dalam situasi yang berbeda (baru).
Kelemahan Siswa dapat berada dalam situasi di mana rangsangan (stimulus) dari jawaban yang benar tidak tersedia. Contoh: Siswa harus membuang sampah pada tempatnya, tetapi di tempat tersebut tidak tersedia tempat sampah. Siswa belajar suatu cara menyelesaikan tugas, tetapi cara yang dipilih belum tentu baik (sesuai). Contoh: Siswa belajar cara menulis surat dengan cara yang sama, perlu diperhatikan perbedaan selera dalam menulis surat. Dalam keadaan dimana kesepakatan sangat diutamakan, pemikiran dan tindakan terbuka dapat menimbulkan masalah. Contoh: Mengikuti aturan sekolah tidak dapat ditawar dan didiskusikan agar peraturannya dibuat berbeda bagi sekelompok siswa tertentu. Mungkin hal itu merupakan gagasan yang konstruktif tetapi akan sulit dilaksanakan.

Karena ketiga teori belajar tersebut mempunyai kekuatan/kelebihan dan kelemahan masing-masing, maka pemahaman dan penggunaan ketiganya secara tepat akan membuat pembelajaran yang dilakukan oleh guru kepada siswa akan lebih efektif. Ketiga teori belajar tersebut saling melengkapi.

Beberapa tulisan yang mungkin juga dapat memperjelas pemahaman tentang perbedaan teori-teori belajar tersebut dapat dibaca di sini:
Teori Behavioristik:
Implikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran 
Plus Minus Teori Behavioristik 

Teori Kognitif: 
Memahami Teori Kognitif
Teori Piaget (Teori Belajar Kognitif)

Teori Konstruktivis: 
Sejarah teori Konstruktivis 
Pembelajaran Konstruktivis 
Teori Konstruktivis
Teori Belajar Konstruktivis 

Referensi:
Ella Yulaelawati. 2007. Kurikulum dan pembelajaran (Filosofi, Teori, dan Aplikasi). Pakar Jaya. Jakarta.

Monday, July 23, 2012

Asumsi Tentang Belajar dan Pembelajaran

Asumsi tentang Belajar dan Pembelajaran

Di bawah ini blog ptk (penelitian tindakan kelas) akan membagi beberapa asumsi tentang belajar atau pembelajaran, berdasarkan beberapa literatur pada bidang psikologi pendidikan. Pengetahuan guru tentang apa itu belajar atau pembelajaran amat penting, di antaranya saat seorang guru ingin merancang sebuah pembelajaran yang efektif. Berikut beberapa asumsi tersebut:

Potensi Belajar

Setiap orang pada semua tingkatan usia, mempunyai potensi untuk belajar, walaupun dengan kecepatan yang berbeda-beda. Usia dapat mempengaruhi atau dapat pula tidak, terhadap kecepatan belajar seseorang, dan setiap orang mempunyai kesukaan yang bervariasi terkait cara /bagaimana ia belajar.

 Proses Belajar dan Pembelajaran

Proses perubahan dalam mental/pemikiran seseorang saat ia mempelajari sesuatu seringkali membuat bingung orang yang bersangkutan. Keragu-raguan dan kebingungan yang muncul seringkali pula memacu munculnya motivasi yang lebih kuat untuk belajar. Akan tetapi, saat seseorang terlalu ragu-ragu dan bingung, proses belajar justru akan terhambat, karena ia akan kehilangan konsentrasi sama sekali. Belajar akan terjadi padanya apabila kondisi/situasi lingkungan belajar mendukung, seperti adanya tukar pendapat, diskusi, dan strategi pemecahan masalah. Atmosfer belajar harus mendukung adanya perbedaan pendapat di antara pebelajar, dan menganggap kesalahan saat mempelajari sesuatu adalah hal yang wajar.

    Pengalaman Belajar yang Bermakna (Meaningful Learning)

    Di dalam kelas, seorang guru hendaknya memfasilitasi kegiatan belajar melalui penyediaan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Guru juga harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan pengamatan secara nyata, memahami pendapat /  gagasan setiap siswa. Selain itu guru juga harus memodelkan tingkah laku yang sesuai yang mendukung terjadinya proses belajar dan menunjukkan bahwa sepenuhnya mereka akan memperoleh bantuan bila diperlukan.

    Pengalaman Belajar Bermakna dan Prosesnya

    Pembelajaran yang bermakna dan tersimpan dalam memori jangka panjang  akan terjadi bila siswa mempunyai kesempatan menganalis, mengartikulasikan,mengklarifikasikan, dan menerapkan pengetahuan yang diperolehnya dari proses pembelajaran di kelas pada situasi nyata dalam kehidupan sehari-harinya di keluarga atau di lingkungan sosial. Pembelajaran akan semakin bermakna apabila konsep/prinsip/atau apapun yang telah diperolehnya dalam pembelajaran itu bermanfaat pada situasi nyata sehari-hari untuk memecahkan masalah.

    Perubahan Tingkah Laku

    Program pendidikan/pembelajaran hanya memberikan satu langkah kepada individu dalam perubahan tingkah lakunya (belajar). Adopsi hasil belajar itu sendiri tergantung dari banyak faktor. Langkah berikutnya yang dibutuhkan agar terjadi adopsi antara lain adanya akses fasilitas untuk berlatih, kondisi lingkungan, karakteristik keluarga untuk memberikan penguatan terhadap perubahan tingkah laku, dsb.

    Keterlibatan Siswa Secara Aktif

    Proses belajar/pembelajaran akan terjadi jika hanya siswa terlibat aktif. Jadi saat seorang guru harus memilih metode/strategi/model pembelajaran, maka ia harus memilih yang paling mungkin akan melibatkan siswa lebih dalam pada proses belajar tsb. Sedangkan penggunaan beragam metode/strategi/model akan memelihara minat dan motivasi mereka, serta membantu penguatan penguasaan konsep-konsep tanpa harus melalui banyak pengulangan.

    Belajarnya Orang Dewasa Sama Dengan Belajarnya Anak

    Penelitian akhir-akhir ini ternyata menunjukkan bahwa prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran orang dewasa juga cocok untuk anak-anak atau remaja. Contohnya, baik orang dewasa maupun anak dan remaja, lebih suka jika mereka ikut terlibat langsung (aktif) dalam proses/kegiatan belajar; mereka belajar lebih cepat jika mereka merasa bahwa apa yang sedang dipelajari akan bermanfaat di kemudian hari. Peran guru adalah mengasses minat peserta didik, pengetahuan yang telah dimiliki sebelum pembelajaran, dan tujuan pembelajaran. Informasi yang diperoleh dari ketiga kegiatan tersebut seharusnya digunakan untuk menciptakan atmosfer belajar dan memilih metode/strategi yang paling memuaskan dan efektif bagi mereka.

      Wednesday, July 18, 2012

      Bagaimana Tanggung Jawab Belajar pada Siswa Kita?

      Tanggung Jawab Belajar dan PR

      Kemarin siang, salah seorang rekan guru di sekolah saya hampir saja lepas kendali emosi. Untungnya, beliau yang sudah senior dengan puluhan tahun menghadapai berbagai tingkah polah siswa dapat meredakan marahnya. Dua anak kelas 9 yang dimintanya mengumpulkan kembali buku paket pelajaran yang dipinjami setahun yang lalu saat kelas 8 selalu tidak membawa buku tersebut. Sudah beberapa kali mereka ditagih dan selalu berkata bahwa mereka lupa membawanya. Wajar dan manusiawi jika beliau merasa gondok banget.

      Perhatian Siswa Terpecah oleh Hal-Hal lain

      Itu hanya sebuah ilustrasi kecil, betapa hal-hal yang berkaitan dengan sekolah seringkali tak diacuhkan oleh mereka. Boro-boro belajar, membawa buku yang dipinjamkan kepada mereka saja lupa. Padahal buku tersebut akan dipinjamkan kembali kepada adik kelas mereka yang kini sudah naik kelas dan duduk di kelas 8. Dewasa ini banyak kalangan pendidik (baca: guru) mengeluh tentang siswa-siswi mereka yang sekan-akan kehilangan rasa tanggung jawab terhadap belajar mereka. Tidak mengerjakan PR, lupa membawa buku tertentu, salah jadwal, dsb selalu terjadi di hampir setiap kelas. Memang ini adalah sesuatu yang sangat penting artinya dalam pendidikan anak. Siswa sekarang cenderung banyak terpecah perhatian akan hal-hal lain selain belajar. Padahal, justru pada masa-masa bersekolah inilah, kemandirian dan tanggung jawab belajar perlu dibina pada diri mereka.
      Banyak hal yang dapat mengakibatkan para siswa itu terpecah perhatiannya. Beberapa di antaranya adalah acara tv yang pada jaman sekarang bermacam-macam dan tersedia sepanjang waktu.  Seorang guru kolega saya pernah berkata begini: “Anak-anak sekarang gak pernah bisa lepas dari kegiatan menonton tv. Beda dengan saya dulu ketika masih bersekolah, bagi saya mengerjakan PR dan belajar selalu menjadi prioritas utama. Setelah selesai mengerjakan PR dan belajar baru saya menonton tv.”

      Memang, pada jaman teman saya itu masih berpredikat sebagai pelajar, acara tv dan stasiun tv masih belum begitu semarak. Apalagi ketika saya masih sd dulu. Saya ingat betul, stasiun tv yang mengudara hanya TVRI, dan tak ada pilihan acara tv selain itu. Jadi wajar saja jika tv tidak terlalu berpengaruh pada aktivitas saya sepulang sekolah atau pada malam hari. PR yang diberikan oleh guru dapat saya kerjakan sebelum shalat Isya, dan belajar lagi sekitar 45 – 60 menit. Nah, bandingkan pada jaman sekarang, jika saja saya mau getol duduk di depan tv, acara yang menarik untuk disimak selalu tersedia. Jika tayangan di stasiun A tidak menarik, saya tinggal pencet remote dan segera beralih ke tayangan lain dari stasiun B, atau stasiun lain yang berbeda. Selama 1 x 24 jam, selalu ada tayangan yang menarik untuk ditonton. Beberapa aktivitas lain yang juga sering mengganggu belajar anak adalah bermain game di PS (play station), dan tentu saja internet (fb, chat, dsb).

      Konklusi dan Kemungkinan Solusi

      Sungguh berat godaan terhadap pelajar jaman sekarang. Bila mereka tak pandai memanajemen waktu dan kurang pengawasan maka pendidikan mereka akan dengan mudah terganggu. Peran orang tua di rumah menjadi sangat penting. Orang tua seharusnyalah yang menjadi pengontrol kegiatan anak. Menegur jika mereka lalai akan waktu dan belajar. Membimbing dan mengarahkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan sekolah dan pendidikan adalah nomor satu. Sementara guru, sebaiknya selalu memberikan tindak lanjut terhadap pembelajaran yang dilakukannya di kelas dengan memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah. Dan, jika siswa melalaikan tugas tersebut, ada baiknya mereka diberikan sangsi atau tindakan lain yang dapat membuat mereka lebih bertanggung jawab terhadap kegiatan belajarnya.
      Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...